Akhlak merupakan salah satu wacana terpending dalam bangunan agama Islam. Konsep akhlak lahir dari Hadis Jibril, ketika Malaikat Jibril bertanya kepada Rasulullah tentang Ihsan. Ketika itu Rasulullah menjawab: “Beribadahlah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Namun jika tidak mampu melihatn-Nya, maka yakinlah bahwa Allah melihat kamu. Dari konsep Ihsan inilah akar dari konsep akhlak dalam Islam, yang memiliki korelasi tak terpisahkan dengan dua konsep lainnya, yaitu Iman dan Islam.
Akhlak merupakan terminologi yang paling sesuai untuk digunakan oleh umat Islam—sebagai perbandingan dengan terminalogi moral dan etika. Akhlak dalam definisi dan operasionalnya merujuk kepada Al-Quran dan Sunnah.
Jadi akhlak memiliki legitimasi wahyu. Sedangkan moral bersumber pada adat istiadat, dan etika bersumber pada filsafat (pemikiran). Itulah letak perbedaan antara akhlak, moral dan etika.
Imam Ghazali berkata: “Al-Khalqu (ciptaan) dan al-Khuluqu (akhlak) merupakan dua istilah yang digunakan secara bersamaan. Al-Khalqu adalah sesuatu yang dzahir dan tampak luar. Sementara al-khuluqu adalah gambaran tentang sesuatu yang ada di batin atau hati. Hal ini karena manusia terdiri dari jasad dan ruh. Jasad dapat diketahui dengan mata. Sedangkan ruh dapat diketahui dengan mata hati.”
Imam Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai sesuatu yang sudah mapan dan sangat melekat di dalam jiwa seseorang, yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan sangat mudah dan spontan, tanpa didahului proses berpikir terlebih dahulu.
Jadi akhlak itu tindakan spontan yang keluar dari dalam jiwa. Maka akhlak juga disebut dengan gambaran nyata dari jiwa. Akhlak itulah wujud konkrit dari kepribadian orang.
Oleh: Ahmad Sadzali