Prof. Dr. Ali Jumah Muhammad, mantan Mufti Mesir, menyatakan bahwa peradaban Islam tidaklah mati, namun hanya tertidur saja. Menurutnya, sesuatu yang tidur pasti akan bangun kembali. Maka suatu saat nanti peradaban Islam akan bangun kembali, alias bangkit dan mencapai kejayaannya.
Pernyataan ulama besar dari Universitas Al-Azhar itu memang memberikan harapan besar kepada kita akan kebangkitan peradaban Islam. Namun membangkitkan peradaban itu tentu saja tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh proses yang lama untuk itu. Dan selain membutuhkan waktu, tentu saja juga membutuhkan kerja keras dari umat Islam itu sendiri untuk terus mengupayakan bangkitnya peradaban Islam. Dan upaya itu harus dilakukan di dalam setiap lini kehidupan. Sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Landasan, konsep serta prinsip peradaban Islam sangat dibutuhkan dalam upaya membangkitkan kembali peradaban Islam. Hamim Ilyas, melalui karyanya “Fikih Akbar: Prinsip-Prinsip Teologis Islam Rahmatan Lil ‘Alamin”, mencoba untuk menawarkan sebuah gagasan berupa rekonstruksi Fikih Akbar yang nantinya akan melahirkan prinsip-prinsip teologis Islam Rahmatan Lil ‘Alamin. Pengejawantahan konsep nilai dari Rahmatan Lil ‘Alamin ini diyakininya mampu menjadi pijakan untuk membangun kembali peradaban Islam, dan bahkan menghantarkan manusia kepada kehidupan yang sejahtera, damai dan bahagia.
Terminologi “fikih akbar’ sendiri sebenarnya merujuk kepada sebuah kitab karya Imam Abu Hanifah yang berjudul “al-Fiqh al-Akbar”. Kitab ini sebenarnya berbicara tentang teologi atau ilmu kalam. Jadi terminologi ini bukan tentang fikih atau ilmu fikih. Atau, cakupannya lebih luas dari sekedar ilmu fikih yang jamak dipahami sekarang.
Sesungguhnya kalimat ‘Rahmatan Lil ‘Alamin’ yang sering kali mensifati ‘Islam’ adalah sebuah konsep yang didalamnya terkandung bangunan filsafat, baik ontologi, epistemologi dan aksiologi untuk mengambangkan peradaban Islam. Setidaknya itulah yang dicoba dibuktikan dan dikonkritkan oleh Hamim Ilyas di dalam bukunya “Fikih Akbar” tersebut. Penggalian dan pemaknaan yang sangat dalam terhadap sifat Al-Rahman Allah, dan sifat kerahmatan Rasul dan agama Islam yang dibawanya, membuat Hamim Ilyas dapat merumuskan prinsip-prinsip agama Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Secara singkat, Hamim Ilyas mengkonstruksi landasan agama Islam menjadi tiga prinsip, yaitu: Tauhid Rahamutiyah, Kerasulan Rahmat, dan Kitab Suci Rahmat. Ketiga landasan ini, menurut Hamim, dapat menjadi mengantarkan umat Islam kepada peradaban Islam yang diharapkan. Ketiganya juga dapat menjadi alternatif dalam pengembangan worldview Islam yang juga merupakan dasar dari peradaban Islam.
Peradaban Islam yang kita inginkan adalah peradaban yang dapat mendatangkan kehidupan yang sejahtera, damai dan bahagia, baik di dunia maupun di akhirat. Karakteristik dari peradaban Islam adalah bersumber pada wahyu; berakhlak; menghormati nurani kemanusiaan; menjunjung tinggi toleransi; selalu menjaga kebenaran, keadilan, kehormatan dan persamaan; menyeimbangkan antara agama dengan kehidupan dunia, antara individu dengan kelompok; melarang manusia putus asa dalam menjalani hidup; berinteraksi dengan peradaban atau kepercayaan lainnya; universal yang mencakup kehidupan dunia dan kahirat; bersifat integral dan tidak bersifat berlentangan; serta yang tidak kalah penting adalah peradaban untuk seluruh umat manusia. Membangun peradaban Islam bukan saja untuk kepentingan umat Islam itu sendiri. Namun jauh dari sekedar itu, membangun peradaban Islam berarti membangun peradaban umat manusia dan kosmos (alam semesta). Dan untuk itulah manusia diciptakan, agar menjalankan fungsi kekhalifahannya di muka bumi.
Oleh: Ahmad Sadzali
Tulisan ini disarikan dari makalah penulis yang disampaikan pada bedah buku “Fikih Akbar: Prinsip-Prinsip Teologis Islam Rahmatan Lil ‘Alamin” karya Dr. H. Hamim Ilyas, M.Ag, yang diselenggarakan oleh Magister Ilmu Agama Islam Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia, pada Sabtu, 5 Januari 2019.