Sahabat Radio Unisia yang dimuliakan dan dirahmati Allah.
Abu Hurairah RA melaporkan bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi Muhammad SAW: “Nasihatilah saya!” Lalu Nabi berkata, “Jangan marah!” Laki-laki itu mengulangi (pertanyaannya) lagi, dan Nabi tetap mengatakan, “Jangan marah!” (HR. Al-Bukhari)
Kandungan dari hadis di atas perlu kita hayati dan renungkan secara seksama. Meski nasihat Nabi Muhammad SAW biasanya disesuaikan dengan kondisi seseorang yang meminta nasihatnya, akan tetapi hadis di atas tetap merupakan arahan dan petunjuk bagi kita semua.
Di satu sisi, marah merupakan sesuatu yang manusiawi. Allah telah menganugrahkan perasaan marah kepada kita ketika mengalami sesuatu yang tidak disukai ataupun sesuatu yang merugikan. Bahkan dalam beberapa konteks, kita justru dianjurkan untuk menunjukkan kemarahan, yaitu kemarahan yang sesuai dengan tuntunan syariat.
Namun demikian, sebenarnya sifat marah itu pada dasarnya bukan sifat bawaan yang murni dari manusia. Sifat marah memiliki banyak sekali kesamaan dengan sifat api. Orang dalam kondisi marah itu sangat mudah berbuat apapun yang dapat membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain. Begitu juga dengan sifat api yang suka mengibas-ngibas ke segala arah. Api merupakan bahan dasar yang digunakan Allah untuk menciptakan iblis. Jadi sesungguhnya, marah itu merupakan sifat yang ditularkan dari iblis.
Sementara manusia pada dasarnya memiliki sifat yang tenang, yang jauh berbeda dengan sifat api. Manusia diciptakan dari tanah. Tanah memiliki karakter yang tenang dan menenangkan. Sehingga jika kita berada dalam kondisi marah, maka sesungguhnya kita sedang jauh dari hakikat penciptaan kita.
Menahan marah, artinya menahan diri kita untuk tetap berada dalam hakikat penciptaan. Kita merupakan makhluk yang memiliki perbedaan sangat jauh dari iblis. Manusia dimuliakan oleh Allah. Sedangkan iblis adalah makhluk pembangkan yang jauh dari kemuliaan yang diberikan Allah.
Sahabat Radio Unisia, semoga kita semua mampu menahan setiap amarah yang bergejolak dalam diri kita.
Oleh: Ahmad Sadzali