Rasulullah setelah berhijrah ke kota madinah, kemudian pada suatu hari ketika saat itu seekor unta yang ditunggangi oleh beliau tiba-tiba berhenti diatas sebidang tanah yang kosong. Beliau lantas memutuskan untuk membangun sebuah masjid di tempat itu. Tanah kosong tersebut adalah tanah bekas untuk kegiatan penjemuran kurma dari sebuah kebun kurma sebelum nya yang saat itu sudah tidak ada. Sebagian tanah tersebut merupakan sebuah perkuburan umat muslimin yang telah rusak dan sebagian nya milik dua anak yatim dari Bani Nazar. Kemudian Rasul memanggil kedua anak yatim itu dan meminta izin untuk membeli tanah tersebut. Atas kemuliaan Allah, kedua anak tersebut justru menawarkan tanah tersebut secara gratis kepada Rasul sebagai wakaf. Rasul menolak untuk menerima pemberian gratis dari dua anak tersebut dan beliau menginginkan untuk tetap membeli tanah tersebut, dan setelah melalui proses negosiasi maka tanah tersebut dihargai sebesar 10 dinar. Harga yang dibayarkan tersebut dinilai adil karena tanah tersebut memang tidak terawat dan sudah tidak produktif lagi, dan kemudian uang tersebut dibayarkan oleh Abu Bakar kepada mereka.
Pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah tersebut adalah bahwa pengadaaan tanah untuk fasilitas umum merupakan hal yang sangat vital penting untuk dilakukan, sekalipun untuk pengadaan tanah untuk masjid pun tetap harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip hukum jual beli yang adil.
Pada zaman kekhalifahan Umar bin Khatab, ketika perluasan masjid Nabawi dilakukan, saat itu masjid ini dikelilingi oleh rumah-rumah penduduk di sekitar nya. Untuk proyek perluasan tersebut maka rumah-rumah di sekitar nya harus dibebaskan. Pada saat itu Umar juga mencoba pendekatan yang pernah dilakukan oleh Rasulullah dengan membeli tanah dan rumah rumah tersebut dengan membayarkan uang ganti rugi secara adil dan juga melalui proses musyawarah.
Ada sebuah kisah ketika paman nabi yaitu Abbas bin Abu Muthalib menolak untuk menjual tanah nya. Umar kemudian menghormati penolakan dari paman nabi dan setelah itu melanjutkan proses nya kepada hakim, dan kemudian hakim memberikan keputusan untuk memberikan hak tanah tersebut tetap kepada Abbas. Namun setelah melihat besar nya pembangunan masjid tersebut maka kemudian dia rela untuk memberikan tanah milik nya sebagai wakaf.
Pelajaran yang kita dapat dari cerita ini adalah dalam pembangunan fasilitas publik kita tetap harus menghormati hak-hak milik orang lain.
Prinsip dalam Islam dalam pengadaan tanah agraria ini adalah :
1. Yang pertama adalah harus betul-betul ini merupakan sebuah proyek untuk fasilitas kepentingan umum dan harus dibuktikan dengan apa yang akan didirikan atau dibangun disana nanti.
2. Kemudian yang kedua, proses nya semua harus terbuka. Mulai dari proses penawaran harga dan musyawarah nya harus jelas terbuka untuk semua pihak yang terlibat.
3. Ketiga, Tidak boleh ada kongkalikong atau markup harga selama dalam proses penawaran harga dan proses negosiasi nya. Dilakukan sesuai dengan nilai ganti rugi yang layak.
4. Kemudian yang keempat adalah harus dilakukan dengan tanpa paksaan dari pihak manapun yang terlibat di dalam proses nya. Semua pihak harus menghormati keputusan nya.
Untuk nilai harga tanah biasa nya ada empat, yang pertama adalah harga tanah pasaran, harga kesepakatan, harga NJOP dan kemudian adalah harga dari kantor urusan pertanahan. Dalam proses pengadaan tanah biasa nya terdapat panitia khusus yang ditunjuk dalam proses nya dan mereka bertugas untuk menaksir harga tanah itu dengan harga sebesar berapa di wilayah tersebut berdasarkan dari semua unsur.
Sedangkan pada jual-beli, kita harus melihat dua hal, yaitu kesepakatan harga antara si penjual dan si pembeli atau ditentukan oleh harga pasar. Harga pasar ini arti nya dalam 3 sampai 6 bulan yang telah lewat, ada tidak orang yang menjual tanah di sekitar lokasi tersebut? Berapa harga terakhir nya? Maka ini lah yang disebut harga pasar.
Hak milik di Indonesia ini ada beberapa macam, yang tertinggi adalah Hak Milik, kemudian ada Hak Guna Usaha yang merupakan hak yang sah untuk membuka usaha, hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai negara dalam jangka waktu tertentu, untuk digunakan dalam perusahaan pertanian, perikanan, peternakan, atau kehutanan. Kemudian ada Hak Guna Bangunan, yaitu hak yang diberikan untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri, baik tanah tersebut milik negara maupun milik orang lain, dalam jangka waktu tertentu. Biasanya diberikan dari pengembang perumahan. Kemudian juga ada Hak Pakai yang biasanya diberikan diperuntukkan kepada lembaga , atau bangunan milik pemerintah atau departemen.
Apa itu pengadaan tanah
Pengadaan tanah adalah upaya pemerintah untuk membuat atau membangun infrastruktur yang sifat nya untuk kepentingan umum. Kepentingan umum merupakan kepentingan yang bisa digunakan oleh seluruh masyarakat. Kemudian dalam proses nya masayarakat yang terkena proyek dan memiliki hak atas tanah itu diminta untuk “merelakan”. Dari perspektif masyarakat hal ini bisa disebut sebagai pelepasan tanah. Pelepasan hak atas tanah itu adalah memutus hubungan hukum antara pemilik tanah dengan tanah nya untuk kepentingan umum.
Pengadaan tanah menurut Islam merupakan sebuah proses yang diatur dan dibenarkan namun dijalankan dengan prinsip-prinsip yang mengedepankan keadilan, antara lain musyawarah dan perlindungan hak hak individu. Konsep ini berakar pada ajaran Al Quran, Hadits dan praktek yang dilakukan pada jaman masa Khulafaur Rasyidin saat memerintah di madinah.
Pengadaan tanah menurut Islam merupakan sebuah proses yang diatur dan dibenarkan namun dijalankan dengan prinsip prinsip yang mengedepankan keadilan, anatara lain musyawarah dan perlindungan hak hak individu. Konsep ini berakar pada ajaran Al Quran, Hadits dan praktek yang dilakukan pada jaman masa kulafau rasyidin saat memerintah di madinah.
Prinsip-prinsip dasar tersebut dapat diuraikan menjadi beberapa hal :
Pertama “Ammah” / Al-Mashlahah diterjemahkan sebagai kepentingan umum. Hal ini sama dengan yang terdapat pada kitab undang undang nomer 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi umum.
Yang harus dihindari dalam konsep ini adalah jangan sampai ada pihak yang terzalimi. Harus mengutamakan kepentingan umum.
Prinsip yang kedua adalah penghormatan hak-hak individu. Islam sangat menghormati hak individu. Sejumlah hadits juga mengajarkan bahwa kepemilikan indivdu kita itu harus dipertahankan karena itu akan menjaga kehormatan seperti kita menjaga keluarga kita. Tanah dipandang sebagai anugerah dari Allah dan kepemilikan diatas nya diakui selama diperoleh dengan cara yang sah. Tidak boleh orang lain merampas atau mengambilnya tanpa adanya undang-undang yang mengatur terlebih dahulu. Oleh sebab itu proses pengadaan tanah tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang karena ada aturan nya.
Prinsip selanjutnya adalah, adanya mekanisme dan prosedur yang adil. Pengadaan tanah dalam Islam harus dilakukan dengan cara yang adil dan transparan. Seperti contohnya dengan menggunakan mekanisme jual-beli atau tukar menukar barang. Dalam kaidah hukum positif disebut sebagai pelepasan hak, pelepasan hak inti nya seperti dalam jual-beli. Namun dalam sebuah proyek pemerintah tidak bisa dilakukan jual-beli kepada negara karena negara bukanlah sebagai individu, pemerintah bukanlah subyek hukum yang dapat memiliki tanah. Negara hanya menguasai bukan memiliki. sehingga dalam proses nya diformulasikan sebagai pelepasan hak, sehingga masyarakat melepaskan hak kepemilikan nya dan kemudian diberikan kepada pemerintah. Kemudian penentuan jumlah nilai ganti rugi dalam proses nya harus dilakukan dengan mengedepankan prinsip prinsip perhitungan seperti pada letak tanah, nilai pasar , jenis tanah dan bangunan nya, yang itu semua harus diperhitungkan dengan jelas.
Tijarah, tukar menukar atau transaksi saling rela dalam melakukan nya, di dalam ajaran Islam telah dilakukan sejak jaman Rasulullah. Sebuah kisah ketika pembangunan Masjid Nabawi Rasul memberikan penawaran harga kepada pemilik tanah di tempat tersebut, dan bahkan setelah pemiliknya sendiri hendak menawarkan nya secara gratis, namun Rasul menolak nya dan mengatakan ingin tetap membeli tanah tersebut yang kemudian dibayarkan uang nya oleh Abu Bakar. Islam selalu mengedepankan musyawarah atau negosiasi di dalam sebuah transaksi jual beli. Seperti juga dalam sebuah proyek pemerintah yang dilakukan proses ganti rugi kepada masyarakat maka pemerintah melakukan proses negosiasi musyawarah kepada pemilik tanah tersebut, dan harus dihitung dengan jelas sesuai dengan kondisi tanah nya, baik itu berupa sebuah tanah produktif, tanah pekarangan maupun sebuah tempat tinggal maupun tempat usaha perdagangan, nanti nya semua itu akan memiliki nilai harga nya yang berbeda-beda.
Dalam bahasa arab, Iwad (عِوَض), yang berarti ganti nilai kompensasi yang adil. Prinsip nya adalah, pemberian ganti rugi ini dilakukan agar pemilik tanah yang kehilangan aset milik nya tidak akan menjadi lebih miskin atau kehilangan sumber penghidupan nya, dikarenakan tanah milik nya digunakan oleh negara untuk kepentingan umum.
Prinsip selanjut nya adalah pelarangan bertindak dzalim. Islam melarang keras segala bentuk kedzaliman dan pemaksaan dalam pengadaan tanah. Perbuatan mengambil hak orang lain dengan paksaan adalah perbuatan yang diharamkan, seperti firman Allah dalam surah Al Baqarah ayat 188 yang melarang memakan harta orang lain dengan cara yang bathil.
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَࣖ
“Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”
Kemudian hal yang terakhir adalah fungsi Daulah atau pemerintah. Di dalam Islam pemerintah memiliki otoritas untuk mengatur masalah pertanahan demi kemaslahatan umat. Pemerintah berhak mengambil mengambil alih pengelolaan tanah bila hal tersebut berkaitan dengan kepentingan umum, namun tetap terikat pada batas-batas syariah yaitu dengan wajib memberikan nilai ganti rugi yang adil. Disini pemerintahan terlihat memiliki kewenangan yang sangat besar dalam proses pengadaan tanah ini, namun walaupun dalam sistem pemerintahan kerajaan sekalipun yang pada jaman dahulu semua tanah di wilayah nya adalah absolut hak milik seorang raja, namun pada jaman saat ini dengan ada nya kepemilikan hak tanah pada setiap individu maka hal ini tetap harus dilakukan dengan mengedepankan semua prinsip-prinsip keadilan diatas dan harus wajib melakukan proses musyawarah negosiasi dengan setiap pemilik tanah tersebut.
sumber : Mukmin Zakie, S.H., M.Hum., Ph.D – Direktur Pusat Studi Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia