Sahabat Unisia! Di tengan pandemi Covid-19 ini, semoga selalu sehat ya…! Amin…! Di rumah aja!
Pada rubrik Mausu’ah kali ini kita akan membahas tentang Perang Ahzab dan perang melawan Bani Quraizah. Di dalam Al-Quran, cerita tentang perang ini termuat di dalam Surat Al-Ahzab ayat 2-6-27, yang artinya:
“Allah menurunkan orang-orang Ahli Kitab (Bani Quraizah), yang membantu golongan yang bersekutu dari benteng-benteng mereka, dan Dia memasukan rasa takut ke dalam hati mereka. Sebagian mereka kamu bunuh dan Sebagian yang lain kamu tawan. Dan Dia mewariskan kepadamu tanah-tanah dan harta benda mereka, dan (begitu pula) tanah yang belum pernah kamu injak. Allah adalah Yang maha Kuasa terhadap segala sesuatu.”
Ayat di atas berbicara tentang Perang Ahzab. Saat itu, jumlah kaum Muslimin sangat sedikit. Namun berkat pertolongan Allah, musuh dapat dipukul mundur dan lari.
Bani Quraizah merupakan salah satu dari suku Yahudi yang turut serta dalam perjanjian damai atau kontrak sosial dengan Nabi Muhammad di dalam Piagam Madinah. Namun mereka akhirnya mengkhianati perjanjian tersebut di dalam Perang Ahzab. Setelah Perang Azhab usai, Nabi dan kaum Muslimin langsung menghadapi Bani Quraizah yang berkhianat.
Perang Ahzab merupakan puncak dari upaya kafir Quraisy dan sekutunya untuk menghancukan Islam. Adapun pengkhianatan Bani Quraizah merupakan pengkhinatan terbesar yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam.
Pemimpin Bani Quraizah ini adalah Ka’ab bin Asad. Ia dihasut oleh pemimpin Bani Nadir, Huyai bin Akhtab agar membatalkan perjanjian damai dengan Nabi, dan juga agar menggabungkan diri dengan tentara sekutu di Perang Ahzab yang telah mengepung kota Madinah. Ajakan itu pada awalnya ditolak, akan tetapi akhirnya diterima, dan Bani Quraizah pun bergabung dengan sekutu.
Berita pengkhinatan Bani Quraizah ini menggemparkan kaum Muslimin, karena pengkhianatan itu berada dalam kota Madinah. Rasulullah lansung mengutus dua orang sahabatnya, Sa’ad bin Mu’az kepala suku Aus dan Sa’ad bin Ubadah kepala suku Khazraj, kepada suku Bani Quraizah untuk menasihati mereka agar tidak berkhianat. Namun permintaan Nabi melalui utusan itu ditolak dengan kasar.
Setelah sekutu kafir Quraisy lari dalam Perang Ahzab, maka Rasulullah diperintahkan agar menumpas Bani Quraizah. Nabi dan kaum Muslimin langsung mengepung perkampungan Bani Quraizah. Tentara kaum Muslimin dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib. Setelah dikepung selama dua puluh lima hari, akhirnya mereka menyerah kepada Nabi dengan syarat bahwa yang menjadi hakim atas perbuatan mereka adalah Sa’ad bin Mu’az kepala suku Aus.
Syarat itu diterima oleh Nabi, dan Bani Quraizah keluar dari benteng-benteng perlindungan diri mereka. Penjatuhan hukuman berada di tangan Sa’ad bin Mu’az. Setelah mempertimbangkan dengan matang, maka Sa’ad akhirnya memutuskan hukuman mati bagi laki-laki, sedangkan wanita dan anak-anak ditawan.
Hukuman para pengkhianat itu sangat wajar dan logis. Karena pengkhinatan terjadi di saat musuh melancarkan serangan. Hukuman yang diberikan kepada Bani Quraizah itu semakin membuat Madinah semakin kuat dan penduduk Madinah menyadari akan pentingnya kewibawaan hukum.
Cerita ini dimuat pada tasir atas Surat Al-Ahzab ayat 26 di dalam Al-Quran dan Tafsirnya, Juz VII, terbitan Universitas Islam Indonesia Press (UII Press).
Oleh: Ahmad Sadzali