Adalah Zubair radhiyallahu ‘anhu yang sangat merindukan syahid. Setiapkali memasuki medan tempur, kerinduan akan mati syahid itu membuncah dalam jiwanya. Namun, takdir berkata lain. Setiap ikut dalam perang, Zubair tidak pernah terbunuh.
Saking besarnya keinginan mati syahid, Zubair menamai anak-anaknya dengan nama-nama para syuhada. Dia menamai putranya dengan nama ‘Abdullah dengan maksud meniru nama ‘Abdullah bin Jahsy, orang yang pertama kali dijuluki julukan Amirul Mukminin dan salah seorang yang gugur sebagai syahid dalam Perang Uhud.
Putranya yang bernama Mush’ab telah dinamai dengan nama tersebut dengan maksud mencontoh nama Mush’ab bin Umair, seorang yang gugur sebagai syahid dalam perang Uhud.
Sementara, putranya yang bernama Hamzah, dinamai dengan nama tersebut dengan maksud mencontoh nama singa Allah dan rasul-Nya, yaitu Hamzah bin Abi Muthalib.
Seperti halnya dengan Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu ‘anhu, Zubair adalah orang kaya. Hartanya cukup melimpah. Meski begitu, dia gemar mensedekahkan hartanya kepada fakir miskin. Saking gemarnya bersedekah hingga dia tidak meninggalkan harta benda sedikitpun. Beliau adalah sosok sahabat yang mencurahkan jiwa dan hartanya di jalan Allah .
Zubair dan Thalhah bin Ubaidillah hidup dalam keadaan keduanya saling bersaudara karena Allah, hingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Thalhah dan Zubair adalah dua tetanggaku di Surga (nanti).”
Setelah terbunuhnya ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, Zubair dan Thalhah berperang melawan ‘Ali bin Abi Thalib dalam sebuah peperangan yang dinamakan dengan perang Jamal. ‘Ali pun keluar untuk menemui Zubair, lalu dia berkata kepadanya, “Wahai Zubair, tidaklah kamu mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ditujukkan kepada dirimu: “ Sesungguhnya kamu akan memerangi ‘Ali (saat itu) kamu berbuat zhalim kepadanya.’”’
Setelah mendengar perkataan ‘Ali itu, Zubair langsung teringat akan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, maka dia bersama Thalhah bin Ubaidillah pun segera mundur dari medan pertempuran.
Akan tetapi, para pembuat fitnah (kerusuhan) menolak untuk mundur, kecuali setelah mereka membunuh Zubair dan Thalhah.
Pertama kali mereka membunuh Thalhah; dan tatkala Zubair sedang mengerjakan shalat, tiba-tiba seorang laki-laki yang biasa dipangil dengan nama Ibnu Jurmuz melemparkan anak panahnya ke arah Zubair, hingga akhirnya Zubair pun terbunuh.
Selanjutnya, Ibnu Jurmuz pergi ke tempat ‘Ali bin Abi Thalib dengan maksud untuk menemuinya. ‘Ali berkata, “Sungguh aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘ Berilah kabar buruk kepada orang yang membunuh Ibnu Shaffiyah –maksudnya Zubair- bahwa dia akan masuk neraka.’”
‘Ali radhiyallahu ‘anhu pergi untuk melihat jenazah Zubair yang telah berlumuran darah. ‘Ali membalikkan jenazah Zubair itu guna menciumnya. Saat itu dia menangis sambil berkata: ”Demi Allah, sungguh dia adalah pedang Allah yang selalu membela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Jasad Zubair pun dikuburkan di samping jasad Thalhah agar mereka berdua dapat saling berdampingan di dalam kubur, sebagaimana ketika berada di dunia. Mereka telah menjadi dua orang yang saling bersaudara, lalu mereka berdua akan menjadi tetangga Rasulullah di dalam Surga, sebagaimana sabda beliau, “Thalhah dan Zubair adalah dua tetanggaku di Surga.*
Sumber: hidayatullah.com