Diriwayatkan dari Jabir ibn Abdillah radliyallahu ‘anh bahwa di masjid Nabawi pernah terdapat sebuah pelepah pohon kurma yang selalu digunakan oleh Rasullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersandar di waktu beliau berdiri. Seiring dengan berjalannya waktu, para sahabat pun kemudian membuatkan mimbar yang baru dan lebih baik sehingga Rasulullah tidak lagi memerlukan bersandar pada pelepah pohon kurma sebagaimana sebelumnya.
Suatu saat, dari dalam masjid para sahabat mendengar tangisan seperti rintihan seekor anak unta yang kehilangan induknya. Sahabat pun mencari-cari asal muasal suara rintihan tersebut. Setelah dicari-cari, muncullah kesimpulan bahwa suara rintihan tersebut berasal dari pelepah pohon kurma. Para sahabat pun akhirnya mengadukan peristiwa ini kepada Baginda Nabi.
Mendengar cerita dari para sahabatnya, Rasulullah pun datang menghampiri dan meletakkan tangannya pada pelepah kurma tersebut, seketika itu pula pelepah kurma pun menjadi diam dan tak terdengar lagi suara rintihan seperti sebelumnya.
Konon, disebutkan bahwa Rasulullah memberikan pilihan kepada pelepah kurma tersebut; apakah ia akan tetap menangis sampai hari kiamat, ataukah ia dikubur saat itu juga dan kelak akan berkumpul bersama Rasulullah di akhirat. Dalam riwayat lainnya disebutkan bahwa pelepah tersebut menjadi diam dan berhenti merintih setelah dipeluk oleh Rasulullah.
Imam Hasan al Bashri ketika menceritakan tentang peristiwa ini, ia menangis meneteskan air mata kemudian berkata, “Wahai kalian hamba-hamba Allah, sebuah (pelepah kurma) kayu biasa saja bisa memiliki rasa kerinduan yang begitu besar kepada baginda Rasulullah maka sungguh betapa kalian adalah lebih berhak untuk merindukan bertemu dengan Rasulullah SAW.” (Abdul Fatah)
Dikutip dari Syarh kitab “al-Ahâdits al-Muntaqât fi Fadhâili Rasûlillâh Shallâhu ‘Alayhi wa Sallam” karya al-Imam al-Hafidh Abdullah bin Muhammad bin as Shiddiq al-Ghamari al-Hasani.
Sumber: nu.or.id