Di dalam magnum opusnya “Dalâil al-I’jâz” Imam Abdul Qahir al-Jurjani menceritakan sebuah kisah yang sangat menarik, tentang seorang filsuf dan ahli bahasa Arab.
Suatu hari Abu Yusuf Ya’qub bin Ishak al-Kindi (W-256 H.) seorang filsuf Arab pernah mengalami kebingungan tentang sebuah pola uslub dalam bahasa Arab. Menurutnya, orang-orang Arab kerap mengungkapkan sebuah makna dengan beberapa uslub yang berbeda, padahal tidak berpengaruh kepada makna sama sekali.
Menurut al-Kindi, orang-orang Arab mengatakan tiga uslub yang berbeda tapi bermakna sama. Ketiganya adalah:
(عبد الله قائم)=======( إن عبد الله قائم)======== (إن عبد الله لقائم)
Akhirnya, al-Kindi pergi menemui pakar bahasa pada zamannya, Abu al-Abbas Muhammad bin Yazid bin Abd al-Akbar, yang lebih dikenal dengan julukan al-Mubarrad (W-286 H.) untuk menanyakan hal tersebut.
Al-Mubarrad pun menjelaskan bahwa ketiga kalimat tersebut berbeda karena memiliki makna yang berbeda pula.
Kalimat pertama dipakai oleh orang-orang Arab untuk sekedar memberitahu bahwa Abdullah berdiri (عبد الله قائم). Sedangkan kalimat kedua digunakan untuk menjawab sebuah pertanyaan: “Apakah Abdullah berdiri?” sehingga ditambahkan satu huruf taukid (penguat) demi menghilangkan keraguan bagi si penanya ( إن عبد الله قائم). Dan kalimat ketiga digunakan untuk membantah orang yang mengingkari bahwa Abdullah berdiri, karenanya ditambahkan dua huruf taukid demi membantah pengingkaran itu (إن عبد الله لقائم).
Dari kisah tersebut kitab dapat mengetahui betapa betapa detil dan luas bahasa Arab. Juga sebuah pesan bahwa jika kita tidak memahami sebuah perkara maka harus bertanya kepada para ahlinya.
Sumber: ruwaqazhar.com