Pada hakekatnya, kewalian seseorang itu hanya diketahui oleh Allah Swt, dan para wali-Nya yang dikehendaki oleh Allah Swt untuk mengetahui. Dalam hal ini, ada sebuah pameo yang populer di kalangan ahli tasawuf yang berbunyi, “laa ya’rifu al-waliy illa al-waliy, (tidak akan tahu kepada kewalian seseorang kecuali sesama walinya)”.
Namun demikian, ada beberapa tanda-tanda lahir yang dapat dijadikan pedoman untuk menilai kedekatan seseorang kepada Allah Swt, sehingga mengantarkannya kepada pangkat waliyullah. Berdasarkan beberapa Hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, al-Imam al-Hafizh Abu Nu’aim al-Ashbihani menyebutkan beberapa tanda kewalian seseorang, dalam kitabnya Hilyatul-Auliyâ’ wa Thabaqâtil-Ashfiyâ’. Di antaranya:
1. Punya Kharisma dan Dipatuhi Masyarakat
وَاعْلَمْ أَنَّ لأَوْلِيَاءِ اللهِ تَعَالَى نُعُوْتًا ظَاهِرَةً وَأَعْلاَمًا شَاهِرَةً، يَنْقَادُ لِمُوَالَاتِهِمْ الْعُقَلاَءُ وَالصَّالِحُوْنَ وَيَغْبِطُهُمْ بِمَنْزِلَتِهِمْ الشُّهَدَاءُ وَالنَّبِيُّوْنَ
“Ketahuilah bahwa para wali Allah itu mempunyai sifat-sifat yang tampak dan tanda-tanda yang terang. Para wali Allah akan dipatuhi oleh orang-orang yang berakal dan orang-orang shaleh. Di akhirat nanti, derajat mereka akan dikagumi oleh para syuhada’ dan para nabi.”
Di antara sifat dan tanda-tanda wali Allah adalah mempunyai kharisma dan dipatuhi masyarakat. Ia akan menjadi rujukan orang-orang baik dan orang-orang shaleh. Hal tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللهِ لأُنَاسًا مَاهُمْ بِأَنْبِيَاءَ وَلاَ شُهَدَاءَ يَغْبِطُهُمْ اْلأَنْبِيَاءُ وَالشُّهَداَءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِمَكَانِهِمْ عِنْدَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ. فَقَالَ رَجُلٌ: مَنْ هُمْ وَمَا أَعْمَالُهُمْ، لَعَلَّنَا نُحِبُّهُمْ؟ قَالَ: قَوْمٌ يَتَحَابُّوْنَ بِرَوْحِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ غَيْرِ أَرْحَامٍ بَيْنَهُمْ وَلاَ أَمْوَالٍ يَتَعَاطَوْنَهَا بَيْنَهُمْ، وَاللهِ إِنَّ وُجُوْهَهُمْ لَنُوْرٌ وَإِنَّهُمْ لَعَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُوْرٍ لاَ يَخَافُوْنَ إِذَا خَافَ النَّاسُ وَلاَ يَحْزَنُوْنَ إِذَا حَزَنَ النَّاسُ. ثُمَّ قَرَأَ: أَلاَ إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُوْنَ
“Dari Umar bin al-Khaththab RA, berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah ada manusia yang bukan nabi dan bukan syuhada’. Derajat mereka menjadi perhatian para nabi dan syuhada’. Seorang laki-laki bertanya: “Siapa gerangan mereka itu dan apa pula amalnya? Barangkali kami bisa mencintai mereka.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Mereka adalah satu kaum yang saling mencintai karena rahmat Allah Swt, tanpa ada hubungan darah di antara mereka, dan bukan karena harta benda yang saling diberikan di antara mereka. Demi Allah, wajah mereka bagaikan cahaya. Mereka akan berada di atas mimbar dari cahaya. Mereka tidak merasa takut ketika manusia ketakutan dan tidak merasa sedih ketika manusia bersedih.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca (QS. Yunus [10]: 62): “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah mereka tidak merasa takut dan tidak pula berduka cita.”
2. Menjadi Sumber Inspirasi Perbuatan Baik
Al-Imam al-Hafizh Abu Nu’aim al-Ashbihani berkata:
وَمِنْ نُعُوْتِهِمْ: أَنَّهُمْ الْمُوَرِّثُوْنَ جُلاَّسَهُمْ كَامِلَ الذِّكْرِ وَالْمُفِيْدُوْنَ خَلاَّنَهُمْ بِشَامِلِ الْبِرِّ
“Di antara sifat-sifat para wali Allah adalah, bahwa mereka dapat membawa orang-orang yang bersama mereka untuk berdzikir kepada Allah secara sempurna dan mempengaruhi mereka untuk selalu berbuat kebajikan.”
Hal tersebut berdasarkan Hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مَنْ أَوْلِيَاءُ اللهِ ؟ قَالَ: الَّذِيْنَ إِذَا رُؤُوْا ذُكِرَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ
“Dari Abu Sa’id al-Khudri RA, berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya: “Siapakah para wali Allah?” Beliau menjawab: “Yaitu orang-orang yang apabila dilihat, maka orang yang melihatnya akan ingat kepada Allah.”
Mengomentari Hadis tersebut, Syaikh Abdul Halim Mahmud, ulama sufi dari Mesir berkata:
وَفِيْ هَذَا الْحَدِيْثِ الشَّرِيْفِ مِنَ الدِّلاَلَةِ عَلَيْهِمْ كِفَايَةٌ تَامَّةٌ، فَأَوْلِيَاءُ اللهِ تَعَالَى: الَّذِيْنَ إِذَا رَآَهُمُ الْمُؤْمِنُ عَظَّمَ رَبَّهُ وَذَكَرَ ذَنْبَهُ
“Hadis yang mulia ini menunjukkan dengan cukup dan sempurna bahwa para wali Allah itu adalah orang-orang yang apabila dilihat oleh seorang yang beriman, maka ia akan mengagungkan Tuhannya dan menyadari akan dosa-dosanya.”
3. Tidak Melaksanakan Perbuatan Tercela dan Dosa
وَمِنْهَا اَنَّهُمْ الْمُسَلَّمُوْنَ مِنَ الْفِتَنِ الْمُوْقُوْنَ مِنَ الْمِحَنِ
“Di antara sifat-sifat wali Allah ialah mereka orang-orang yang selamat dari fitnah dan terjaga dari ujian (dosa dan kesalahan).”
Hal tersebut berdasarkan Hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ: إِنَ للهِ عَزَّ وَجَلَّ ضَنَائِنَ مِنْ عِبَادِهِ يُغْذِيْهِمْ فِيْ رَحْمَتِهِ وَيُحْيِيْهِمْ فِيْ عَافِيَتِهِ إِذَا تَوَفَّاهُمْ إِلَى رَحْمَتِهِ أُولَئِكَ الَّذِيْنَ تَمُرُّ عَلَيْهِمُ الْفِتَنُ كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ وَهُمْ مِنْهَا فِيْ عَافِيَةٍ
“Dari Ibnu Umar RA, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah Swt memiliki kekasih di antara hamba-hamba-Nya. Mereka selalu diberi rahmat-Nya dan hidup dalam perlindungan-Nya. Apabila mereka wafat, dimasukkan ke dalam surga-Nya. Mereka adalah orang-orang yang selamat ketika berbagai fitnah mendera banyak orang.”
4. Tidak Materialistis
وَمِنْهَا أَنَّهُمْ الْمَضْرُوْرُوْنَ فِي اْلأَطْعِمَةِ وَاللِّبَاسِ الْمَبْرُوْرَةُ أَقْسَامُهُمْ عِنْدَ النَّازِلَةِ وَالْبَاسِ
“Di antara sifat-sifat wali Allah ialah mereka yang makanan dan pakaiannya sangat sederhana, tetapi doa mereka diterima ketika menghadapi musibah dan kesulitan.”
Hal ini berdasarkan Hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَرضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: رُبَّ أَشْعَثَ ذِيْ طَمْرَيْنِ تَنْبُوْ عَنْهُ أَعْيُنُ النَّاسِ لَوْ أَقْسَمَ عَلىَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ لَأَبَرَّهُ
“Dari Abu Hurairah RA, berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Terkadang orang yang rambut dan pakaiannya lusuh serta dilecehkan oleh banyak orang, namun apabila dia berdoa kepada Allah, pasti dikabulkan.”
Demikianlah beberapa tanda wali Allah Swt yang disebutkan oleh al-Imam al-Hafizh Abu Nu’aim al-Ashbihani, seorang ulama sufi, dalam kitabnya Hilyatul-Auliyâ’ wa Thabaqatul-Ashfiyâ’. (Al-Imam al-Hafizh Abu Nu’aim al-Ashbihani, Hilyatul-Auliyâ’ wa Thabaqât al-Ashfiyâ’, Beirut, Darul-Fikr, tt., vol. I, hlm. 5-7.).
Sementara itu, dalam kitab yang berbeda, al-Imam Abu al-Qasim al-Qusyairi menyebutkan tentang ciri-ciri seorang wali Allah sebagai berikut:
عَلاَمَةُ الْوَلِيِّ ثَلاَثَةٌ شُغْلُهُ بِاللهِ تَعَالَى وَفِرَارُهُ إِلى اللهِ تَعَالَى وَهَمُّهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ
“Tanda-tanda wali Allah ada tiga. Aktivitasnya hanya untuk Allah Swt, segala urusannya dikembalikan kepada Allah Swt dan cita-citanya (semangat juangnya) hanya untuk Allah Swt semata.” (Al-Imam Abu al-Qasim al-Qusyairi, ar-Risalâh al-Qusyairiyyah, tahqîq Abdul Halim Mahmud, Kairo, Darul-Ma’arif, 1995, vol. II, hlm. 419.).
Pernyataan al-Imam al-Qusyairi ini memberikan kesimpulan bahwa ciri-ciri seorang wali Allah adalah orang yang menjadikan Allah Swt sebagai tujuan utama dari semua yang dikerjakannya. Tidak ada ambisi keduniaan semisal untuk dihargai dan dimuliakan manusia. Tetapi yang dicari adalah penghargaan dari Allah Swt.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menilai seseorang itu wali atau bukan, tidak didasarkan pada isu-isu dan rumor. Akan tetapi ada tanda-tanda yang dapat diterapkan secara ilmiah.
Oleh: Ust. Muhammad Idrus Ramli
Sumber: muslimedianews.com