Kekayaan di dalam Islam bukanlah sesuatu yang tercela atau terpuji. Syekh Dr Yusuf Qaradhawi dalam buku Fatwa-Fatwa Kontemporer berpendapat bahwa kekayaan dalam pandangan Islam bukanlah dosa, bukan pula hal yang hi na dan tercela, bahkan harta tidaklah buruk.
Oleh karena itu, Nabi Muhammad me ngajarkan doa, “Ya Allah, aku mo hon kepada-Mu petunjuk dan ketak wa an, keluhuran budi dan kekayaan.” (HR Muslim). Kemudian, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, yang kaya (berkecukupan), dan yang tidak menampakkannya.” (HR Muslim).
Bahkan, Rasulullah menegaskan, “Bagus sekali harta yang baik bagi orang yang saleh.” (HR Ahmad). Demikianlah Islam memandang harta. Meski demikian, bukan berarti tidak ada yang perlu diwaspadai. Syekh Yusuf Qaradhawi menyebutkan, ada empat hal yang mesti diwaspadai dari harta atau kekayaan. Pertama, harta—meskipun tidak je lek—adalah fitnah yang menakutkan. “Sesungguhnya hartamu dan anakanakmu hanyalah cobaan.” (QS at- Thagabun [64]: 15).
Kedua, kekayaan materi bukanlah segala-galanya. Adakalanya seseorang memiliki kekayaan bermiliar-miliar, tetapi hatinya miskin. “Kaya itu bukan karena banyaknya harta, tetapi kaya itu adalah kaya hati.” (HR Bukhari).
Ketiga, ketidakpahaman terhadap hakikat harta membuat banyak orang Islam berangan-angan dan berharap memiliki harta, bahkan dalam doa pun tidak sedikit yang berjanji akan berbuat begini dan begitu. Namun, kala telah berhasil, mereka lupa dengan janjinya. Keempat, jika tidak diwaspadai, har ta akan menyuburkan sifat rakus di da lam hati dan pikiran hingga hilanglah akal dan adab di dalam dirinya karena be gitu menggebugebunya keinginan me miliki dan mengumpulkan banyak harta.
Dengan demikian, kekayaan bagi setiap Muslim hendaknya dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan kebahagiaan sejati dan mewujudkan maslahat yang seluas-luasnya dalam kehidupan fana ini. Oleh karena itu, sedekah dalam Islam sangat dianjurkan.
“Tidak ada kebaikan pada keba nyak an bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyu ruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (QS an-Nisa [4]: 114).
Bahkan, mereka yang akan meninggal dunia memohon tenggat waktu agar bisa bersedekah. “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian) aku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.” (QS al-Munafiqun [63]: 10). Demikianlah kekayaan, bermanfaat jika disedekahkan dan menyiksa jika “dipertuhankan.”
Sumber: republika.co.id