Ketaatan penuh kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam membuat seorang muslim menjadi tabah, tegar, dan sabar dalam menghadapi cobaan. Utsman bin Affan RA misalnya, beliau adalah di antara sahabat yang memiliki jenis ketaatan unik yang dalam sejarah membuatnya kokoh dalam menghadapi ujian hidup.
Pada suatu hari, suami dari Ruqayya dan Ummi Katsum ini –sebagai gambaran yang menunjukkan kadar ketaatan beliau kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam – pernah berujar, “Semenjak aku berbaiat kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, aku tidak pernah menyentuh kemaluanku –beristinjak– dengan tangan kanan.”
Bayangkan! Mungkin bagi sementara orang urusan memegang kemaluan dengan tangan kanan ketika bersistinjak (menghilangkan najis kecil atau besar dari kemaluan atau dubur) adalah perkara biasa. Namun, bagi Utsman RA, sekecil apapun itu, kalau itu dilarang oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, maka baginya sam’an wa tha’atan (aku mendengar dan taat). Dirinya yakin semua yang datang dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam pasti baik dan wajib ditaati.
Ketaatan yang mungkin disepelekan, tidak begitu diperhatikan orang seperti apa yang dilakukan sahabat dari kabilah Umayyah ini mampu didawami, diamalkan secara istiqamah oleh Utsman sejak berbaiat kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam.
Kalau Utsman masuk Islam pada umur 30-an, dan meninggal pada usia 80-an, jika baiat digenapkan pada usia 40 tahun, maka selama 40 tahun Utsman tidak pernah menyentuh kemaluannya dengan tangan kanannya sebagai wujud ketaatan.
Jika pada hal yang kecil saja beliau sangat taat, apa lagi dengan perintah dan larangan lain yang berasal dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam.
Itulah Utsman bin Affan radiyallahu ‘anhu yang mendapat laqab (gelar) dzun nurain (orang yang memiliki dua cahaya). Sebab hanya satu orang di dunia, yaitu Utsman bin Affan, yang menikahi dua putri Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam.
Sa’id Ramadhan Buthi dalam Fiqh al-Sirah al-Nabawiyah (2008: 368) menukil riwayat Ibnu Asakir tentang cerita Abu Tsaur al-Fahmi yang mendengar dari lisan Utsaman langsung di saat beliau sedang dikepung pemberontak menjelang kematiannya.
Utsman menyebut ada 10 keistimewaan yang dimilikinya di antaranya, “Aku tidak pernah menyentuh kemaluanku dengan tangan kanan sejak aku berbaiat kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam,”. Keistimewaan ini disebut bisa jadi untuk menampik tudingan miring yang diarahkan padanya. Bagaimana mungkin beliau melakukan perbuatan yang melanggar agama, jika pada hal yang kecil saja beliau sangat taat kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam.
Pada tahun 35 H, fitnah semakin berkecamuk. Klarifikasi Utsman oleh para pemberontak tak dipedulikan. Mereka ngotot ingin Utsman mempertanggungjawabkan kesalahannya. Apa nyali Utsman menciut dengan gelombang fitnah yang begitu deras menderanya? Ternyata tidak.
Ketaatan kepada Rasulullah seolah menjadi kekuatan tersendiri bagi Utsman. Dia tetap tegar di hadapan badai fitnah yang menerjang.
Dirinya sama sekali tidak khawatir. Jauh-jauh hari dia sudah mendengar dari Nabi yang sangat ditaatinya bahwa dia akan diterpa fitnah dahsyat, bahkan akan mati syahid, tapi semua itu bisa dihadapi dengan baik dan sama sekali tidak menimbulkan bahaya apapun bagi Utsman. Beliau akhirnya gugur di tangan pemberontak dalam kondisi berpuasa dan sedang membaca al-Qur`an sampai pada ayat fasayakfikahumullah (QS. Al-Baqarah [2]: 137)
Dari kisah Utsman RA ini, pembaca bisa mengambil pelajaran bahwa ketaatan Utsman kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam melahirkan energi dahsyat yang membuatnya tetap sabar, tegar, teguh pendirian di tengah terjangan fitnah yang bisa merenggut nyawanya. Semua prahara fitnah yang dihadapi, bisa dijalani dengan baik bahkan mengantarkan beliau pada takdir syahidnya. Wallahu a’lam.*/Mahmud Budi Setiawan
Sumber: hidayatullah.com