Keteladanan terpancar dari salah seorang tokoh generasi tabiin, yaitu Urbah bin az-Zubair. Sosok yang menjadi salah satu figur rujukan ilmu pada masa itu dikenal dengan pribadi yang berkarakter. Ia seorang zuhud dan tak terbelenggu dengan nafsu duniawi.
Seperti dikisahkan dari buku Mereka Adalah Tabiin, pagi itu matahari memancarkan benang-benang cahaya keemasan menyapa ramah setiap pelataran Masjid al-Haram, Makkah. Sejumlah sahabat dan pentolan tabiin tengah mengharumkan suasana lewat lantunan tahlil dan takbir.
Mereka membentuk halakah-halakah, berkelompok di sekeliling Ka’bah. Mereka memanjakan pandangan matanya, saling berbagi cerita, tanpa senda gurau yang mengandung dosa.
Di dekat rukun Yamani, duduklah empat remaja bersaudara. Mereka terlihat tampan dengan pakaiannya yang putih bersih. Keempat remaja itu adalah Abdullah bin Zubair, Mus’ab bin Zubair, Urwah bin Zubair, dan Abdul Malik bin Marwan.
Setelah berdoa, mereka saling bercerita tentang kenikmatan berzikir. Salah satu di antara mereka mereka mengusulkan agar masing-masing mengemukakan cita-cita yang dipanjatkan ketika berzikir dan berdoa.
Abdullah bin Zubair membuka usulan dan berkata. “Cita-citaku adalah menguasai seluruh Hijaz dan menjadi khalifahnya.” Setelah Abdullah bin Zubair bercerita, baru Mush’ab juga bercerita. “Keinginanku adalah dapat menguasai dua wilayah Irak dan tak ada yang merongrong kekuasaanku,” ujarnya.
Setelah kakak beradik itu menyampaikan cita-citanya, giliran Abdul Malik bin Marwan menyampaikan isi doanya. “Bila kalian berdua sudah merasa cukup dengan itu maka aku tidak akan puas sebelum bisa menguasai seluruh dunia dan menjadi khalifah setelah Mu’awiyah bin Abi Sufyan,” katanya
Sementara, Urwah yang jauh berada di antara mereka masih tenggelam dalam kekhusyukan berdoa. Melihat Urwah seperti itu, akhirnya para saudaranya mendekat dan bertanya.
“Bagaimana denganmu, apa cita-citamu kelak wahai Urwah?”
Mendengarkan pertanyaan demikian, Urwah berkata, “Semoga, Allah SWT memberkahi semua cita-cita dari urusan dunia kalian, aku ingin menjadi seorang alim (orang berilmu yang beramal), sehingga orang-orang akan belajar dan mengambil ilmu tentang Tuhan mereka, sunah Nabi-Nya, dan hukum-hukum agama dariku lalu aku berhasil di akhirat dan memasuki surga dengan ridha Allah SWT.”
Hari-hari berganti. Abdullah bin Zubair dibaiat menjadi khalifah menggantikan Yazid bin Mu’awiyah yang telah meninggal. Ia menjadi hakim atas Hijaz, Mesir, Yaman, Khurasan ,dan Irak yang pada akhirnya terbunuh di Ka’bah, tak jauh dari tempatnya mengungkapkan cita-citanya dahulu.
Sedangkan, Mush’ab bin Zubair telah menguasai Irak sepeninggal saudaranya Abdullah dan akhirnya juga terbunuh ketika mempertahankan wilayah kekuasaannya. Adapun Abdul Malik bin Marwan, kini menjadi khalifah setelah ayahnya wafat. Ia berhasil menjadi raja dunia terbesar pada masanya.
Bagaimana halnya dengan Urwah bin Zubair? Demi merealisasikan cita-cita yang didambakan dan harapan kepada Allah yang diutarakan di Ka’bah, ia amat gigih dalam usahanya mencari ilmu kepada para sahabat Rasul yang masih tersisa.
Saking konsiten dan gigihnya, Urwah bisa meriwayatkan hadis dari Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Zaid bin Tsabit, Abu Ayyub al-Anshari, Usamah bin Zaid, Sa’id bin Zaid, Abu Hurairah, Abdullah bin Abbas, Nu’man bin Basyir, dan banyak pula mengambil dari bibinya Aisyah RA. Pada gilirannya nanti ia berhasil menjadi satu di antara tujuh ahli fikih Madinah yang menjadi rujukan para pencari ilmu.
Sumber: republika.co.id