Kita mengangkat topik ini karena kita harus peduli dan sadar bahwa manusia tidak bisa hidup sendirian, karena manusia memerlukan bantuan dari orang lain dalam kehidupan.
Sehingga keluarga dan kerabat yang terdekat dari kita selain kerabat dari saudara keluarga inti kita adalah tetangga.
Merujuk dari bahasa arab, tetangga itu bahasa arab nya adalah jar’ , atau terkadang disebut jiran .
Sebelum kita memutuskan untuk tinggal di suatu tempat atau daerah, maka pertimbangkan lah dulu lingkungan atau lihat lah dulu tetangga kita sebelum memutuskan untuk membeli sebuah rumah.
Dari ulama mengatakan berapa batasan jarak rumah tetangga itu dengan rumah kita?
Mengutip dari seorang ulama Imam Syufan Al Sauri , beliau mengatakan yang disebut tetangga adalah 40 rumah di depan kita dan 40 rumah di belakang kita. 40 rumah di sebelah kanan kita dan 40 rumah di sebelah kiri kita.
Walaupun demikian di dalam hadits Nabi, beliau sendiri tidak pernah mengatakan secara spesifik mengenai berapa jarak rumah kita dari tetangga kita di sebuah lingkungan tempat tinggal yang dapat disebut sebagai tetangga.
Konflik bertetangga
Banyak peristiwa kejadian di sekitar kita yang terjadi di masyarakat yang berkaitan dengan konflik bertetangga ini. Seperti salah satu contoh kasus nya ketika ada orang penghuni lama atau warga lama di suatu pemukiman yang apabila dia memiliki kekuatan jabatan dan suara, namun dia melakukan hal-hal yang semena-mena terhadap tetangga nya yang masih baru di lingkungan tersebut.
Jangan pernah kita menyakiti tetangga, jangan pernah sampai kita menzolimi nya, kita harus respek menghormati tetangga. Terlebih lagi apabila kita mengetahui jika tetangga kita secara materi atau keuangan terbilang kurang mampu, maka sebaiknya kita memberi pertolongan kepada nya.
Rasulullah bersabda, Orang yang tidak akan diampuni dosa-dosa nya yang pertama adalah orang musyrik, dan yang kedua adalah orang yang dia sendiri belum melakukan perdamaian dengan tetangga nya. Oleh karena itu dari hadits yang telah disampaikan oleh Rasul kepada kita bahwa Islam telah memberikan petunjuk panduan kepada kita bagaimana hidup bermasyarakat dengan orang-orang di sekitar kita, baik kepada mereka yang beragama Islam ataupun mereka yang tidak beragama Islam.
Rasulullah pernah bersabda di dalam hadits nya bahwa salah satu ciri orang yang beriman adalah senantiasa memuliakan tetangga nya. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Rasul nya maka janganlah dia menyakiti tetangga nya.
Akhlak
Imam Al-Ghozali mengartikan, Akhlak adalah tingkah laku. Secara etimologi, bisa juga dimaknai akhlak itu adalah perangai atau tabiat seseorang.
Bagaimana akhlak kita kepada tetangga, yang pertama adalah kita senantiasa selalu watawa saubil haqi watawa saubil sodri , jika ada perkataan yang benar dan membawa manfaat maka dengarkanlah dengan baik. Yang kedua adalah tinggalkan perkataan yang bathil, Hal ini banyak terjadi di tengah-tengah masyarakat kita. Fenomena ini bahkan sering kali terjadi misal nya, ketika ada sekumpulan orang-orang yang sedang berkumpul-kumpul kemudian mereka melakukan gosip, melakukan ghibah, menceritakan sesuatu yang tidak baik kepada orang lain. Meskipun misalnya dia menceritakan tentang kondisi tetangga nya yang sebenarnya memang tidak baik, namun kita menceritakan nya kepada orang lain maka itupun sebenarnya yang kita lakukan tidak baik. Bahkan yang lebih mengerikan adalah ketika dia melakukan gosip, dan juga melakukan fitnah kepada tetangga nya. Padahal sebenarnya tetangga nya tidak melakukan sesuatu yang seperti dia ceritakan kepada orang lain. Namun karena kebencian dia, iri hati nya, maka dia menceritakan sesuatu yang tidak pernah terjadi kepada orang lain.
Rasulullah menyebut inilah ciri-ciri orang yang bangkrut di akhirat karena dia suka menceritakan hal tentang orang lain yang tidak benar dan memiliki kebencian dengan orang lain.
Ada banyak kisah hikmah yang dialami oleh para ulama-ulama terdahulu yang berkaitan dengan kehidupan bertetangga.
Sebuah kisah yang dialami oleh seorang ulama bernama Hasan Basri, beliau tinggal di sebuah rumah yang kebetulan diatas nya itu adalah kediaman tetangga nya. Kemudian suatu ketika ternyata di rumah Hasan Basri tersebut ada bagian dari ruangan rumah nya yang atap nya bocor, yang setelah ditelisik ternyata kebocoran itu sumber awal nya berasal dari atas rumah nya. Dan setelah ditelusuri lagi ternyata berasal dari kamar mandi tetangga nya yang tinggal persis di atas nya. Apa yang dilakukan oleh Hasan Basri? Beliau hanya diam, sampai pada waktu ketika beliau sakit, dan seorang tetangga yang biasa nya melihat Hasan Basri duduk di depan rumah saat itu tidak pernah melihat nya lagi sehingga kemudian tetangga tersebut mencari nya dan datang ke rumah beliau. Tetangga itu kemudian menjenguk Hasan Basri, sampai ketika dia masuk ke dalam rumah dan melihat di sebuah pojokan ruangan di dalam rumah tersebut yang terdapat beberapa ember yang digunakan untuk menampung air yang keluar dari atap rumah nya. Seketika tetangga itu bertanya kepada Hasan Basri sejak kapan kamu mengalami kebocoran di ruangan itu yang memang letak nya berada persis dibawah ruangan kamar mandi tetangga nya tersebut. Kemudian Hasan Basri menjawab bahwa kebocoran itu sudah berlangsung selama 20 tahun. Begitulah luar biasa nya hebat ulama kita terdahulu, bisa mampu menjaga perasaaan tetangga nya, bahkan hingga sekian tahun lama nya. Kesabaran ulama-ulama terdahulu yang luar biasa.
Dari kisah yang diceritakan diatas, disini kita bisa mengambil pelajaran bahwa Islam mengajarkan bagaimana kita hidup bertetangga, dan bagaimana kita berinteraksi degan tetangga dengan baik. Karena orang yang terdekat dengan kita adalah tetangga, bahkan bila kita nanti nya membutuhkan pertolongan maka orang yang pertama mengetahui dan dapat menolong juga adalah tetangga kita yang terdekat. Ketika kita hidup di tengah-tengah masyarakat, jadilah manusia yang bisa memberikan manfaat kepada orang lain, ataupun kepada tetangga nya. Rasulullah bersabda, Khoirunnas anfa’uhum linnas , yang arti nya “Sebaik-baik manusia adalah yang dapat memberikan manfaat bagi orang lain”.
sumber : Ustadz. Willi Ashadi, S.H.I., M.A. Dosen Hubungan Internasional Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia