Masing-masing paslon mengusung ulama nya sendiri. Terkadang ada statement di sosial masyarakat untuk mengusung pasangan calon ini saja karena didukung ulama. Dan pasangan lain juga diusung oleh aliran ulama tertentu juga. Bagaimana kita menyikapi hal ini?
Budaya kita di Indonesia memang patuh kepada kyai dan ulama, Fakta di masyarakat kita secara sosilogis adalah seperti itu. sehingga kemudian atau sebagian sejumlah besar masyarakat kita banyak yang mengatakan yang pokok nya harus ikut ulama tanpa tahu kenapa ulama ulama mengatakan hal itu.
Saran saya , bagi saya, kalo di NU itu adalah sebuah kewajiban, itu makna nya wajib Ain, maka yang bertanggung jawab itu ya kita sendiri.
Karena itu bukan karena kita ikut si A si B atau si C, itu semua karena kita yang memilih . Apalagi di pemilu ada istilah LUBER, Langsung Umum Bebas Rahasia. Tentu saja orang lain tidak akan tahu pilihan saya pilihan kita semua . Arti nya kita sendiri yang bertanggung jawab.
Sehingga menurut saya ideal nya, umat atau masyarakat mau mengikuti ulama nya masing masing memang bagus silahkan, tapi tidak sekedar ikut ikutan tanpa tahu dasar nya tanpa tahu alasan nya.
Misal nya jika ulama ulama ini menganjurkan pasangan calon ini, alasan nya apa sih? Nah itu menurut saya yang perlu kita nilai. Nilai nya apa? Sekali lagi kita menilai nya pakai agama atau fiqih. Karena mungkin ulama mengarahkan itu punya pertimbangan tertentu tapi harus kita nilai timbang secara fiqih ini benar atau tidak. Kecuali kalau misal nya dalam konteks masyarakat yang acuh tidak mau berpikir yang hanya mau mengikuti apa kata ulama selalu ikut, menurut saya ideal nya tidak boleh begitu. Tetap saja harus dipertimbangkan dipikirkan dengan objektif dengan jernih siapa yang menurut pandangan kita sesuai dengan referensi fiqih tadi , itu yang paling tepat. Dan jika kemudian ulama tertentu memberikan saran tertentu untuk memilih calon pasangan tertentu kepada kalangan masyarakat maka itu sudah akan menjadi tanggung jawab daripada ulama itu sendiri .
LUBER itu sendiri juga ada larangan salah satu nya tidak boleh difoto setelah mencoblos itu .ada juga seruan dari teman teman untuk saling mengawasi di tempat pemungutan suara ketika penghitungan suara sedang berlangsung, bisa difoto dan dapat menjadi bukti jika ada kecurangan, ini sangat bagus sekali, ini termasuk hal idealis yang tampak nya harus kita edukasikan dan sebarluaskan kepada masyarakat supaya peduli. Dan jika memang ada pelanggaran hukum bisa kita gugat ke pengadilan jika terpenuhi alasan untuk mengajukan gugatan atau dasar gugatan yang kuat.
Jika kita memiliki teman yang berbeda pilihan itu adalah pilihan masing-masing kita harus hargai, karena ini adalah penilaian atau istihadiyah dalam istilah fiqih. Kita tetap jaga ukuwah kita, tidak hanya islamiyah tapi juga watoniyah bahkan insaniyah juga kita tetap jaga.
Mari kita menjadi pemilih yang cerdas, pemilih yang rasional, yang punya dasar secara fiqih , sehingga kalau kita itu dimintai pertanggung jawaban kita akan menjawab nya bukan karena ikut ikutan si A, si B atau si C tetapi karena kita sudah melakukan penilaian dan menurut kita yang tepat inilah yang akan kita pilih. Ini juga suatu bentuk pertanggungjawaban kita kepada Allah SWT karena ini secara agama juga tidak boleh asal asalan, tidak boleh secara emosi dan rasional. Dan semoga siapapun yang terpilih semoga Allah menjadikan mereka sebagai pemimpin yang taat dan takwa kepada Allah dan bisa memberikan kasih sayang kepada rakyat. Itulah doa kita semoga yang terpilih dapat membawa Indonesia menjadi negara yang baldatun toyibatun warrabun gofur. Amin allahuma amin.
Sumber : Ustadz Moh. Hasyim, SH., M.Hum , dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia