Sahabat Radio UNISIA tentu tidak asing lagi kan dengan pesantren?! Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan keagamaan yang sangat penting di Indonesia. Keberadaannya bahkan telah mendahului sekolah-sekolah nasional modern yang ada sekarang ini.
Nah, bagi kalangan pesantren nih ya, tentu sudah tidak asing lagi nama Syakh Ahmad Zaini Dahlan. Yups, itu karena sebagian besar daripada sanad keilmuan para ulama Nusantara bersambung kepada ulama besar ini.
Menurut riwayat, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan lahir di Makkah pada tahun 1232 Hijriyah atau 1816 Masehi. Beliau berasal dari keturunan yang mulia, ahlul bait Rosulullah Saw. Silsilah dia bersambung kepada Sayyiduna Hasan, cucu kesayangan Rasulullah SAW.
Sayyid Ahmad Zaini mendapatkan pendidikan dasar dari ayahandanya sendiri sampai berhasil menghafalkan Al Qur’an dan beberapa kitab matan Alfiyah, Zubad dan lain-lain. Kemudian beliau menuntut ilmu di Masjidil Haram kepada beberapa Syekh Al Allamah Sayyid Utsman bin Hasan Ad Dimyathi al Azhari yang banyak memepengaruhi dirinya. Selesai menimba ilmu di kota kelahirannya, ia lantas dilantik menjadi mufti Mazhab Syafi`i, merangkap “Syeikhul Harom”, suatu pangkat ulama tertinggi saat itu yang mengajar di Masjidil Harom yang diangkat oleh Syeikhul Islam yang berkedudukan di Istanbul, Turki.
Sayyid Ahmad Zaini pernah mendapatkan ijazah dan ilbas dari Habib Muhammad bin Husein Al Habsyi, mufti Makkah. Beliau juga mendapatkan sanad dari Habib Umar bin Abdullah al Jufri dan Habib Abdur Rahman bin Ali Assegaf.
Sebagai ilmuwan sejati beliau mendalami fiqh Mazhab Imam Hanafi kepada Al Allamah Sayyid Muhammad Al Katbi. Tetapi tidak hanya fiqh Mazhab Hanafi saja. Pada Akhirnya beliau mampu menguasai empat mazhab dengan sempurna. Setiap kali ada pertanyaan ditujukan kepadanya, beliau senantiasa menjawab dengan dasar empat mazhab tersebut.
Alhasil, jika ada permasalahan sulit dan para ulama tak mendapatkan jalan keluar, sering kali Sayyid Ahmad menjadi pemecah kebuntuan. Karena ketinggian ilmunya, Sayyid Ahmad mendapatkan kepercayaan sebagai pengajar tertinggi di Masjidil Haram. Padahal, kala itu untuk menjadi pengajar seseorang harus lulus uji kemampuan kurang lebih 15 macam disiplin ilmu oleh para ulama besar di bidangnya masing-masing. Namun status mulia Sayyid Ahmad tersebut tidaklah membuat beliau besar kepala. Beliau tetap mengedepankan musyawarah dan diskusi bersama ulama lain dalam menyikapi permasalahan umat.
Di antara murid beliau yang kemudian menjadi ulama besar adalah: Syeikh Nawawi bin Umar Al-Jawi Al-Bantani (Jawa Barat) – Syeikh Abdul Hamid Kudus (Jawa Timur) – Syeikh Muhammad Khalil al-Maduri (Jawa Timur) – Syeikh Muhammad Saleh bin Umar, Darat (Semarang) , dan banyak lagi yang lainnya. Termasuk juga murid beliau adalah Syeikh Muhammad Amrullah Tuanku Abdullah Saleh atau yang dikenal dengan Tuan Guru Kisa-i Minankabawi. Dari Tuan Guru Kisa-i Minankabawi inilah yang melahirkan dua orang tokoh besar di dunia Melayu, yaitu Dr. Syeikh Haji Abdul Karim Amrullah, anaknya sendiri; serta Syeikh Abdul Malik Karim Amrullah atau yang terkenal dengan Buya HAMKA, yang merupakan cucu beliau.
Sayyid Ahmad Zaini Dahlan selain seorang ulama yang produktif melahirkan para ulama, beliau juga menghasilkan karangan yang sangat banyak. Di antara kitab-kitab beliau adalah: Al-Futuhatul Islamiyyah; Tarikh Duwalul Islamiyyah; Khulasatul Kalam fi Umuri Baladil Haram; dan banyak lagi yang lainnya.
Sayyid Ahmad Zaini selalu memiliki semangat yang tinggi dalam mengajar. Beliau selalu memperhatikan keadaan murid-muridnya. Beliau membersihkan mereka dari sifat jelek dengan Riyadhah atau latihan yang sesuai kondisi tiap individu, lalu menghiasi mereka dengan akhlak-akhlak yang mulia. Jika beliau melihat salah seorang muridnya mempunyai suatu kelebihan dalam satu bidang tertentu, beliau menyuruhnya mengajar murid di bawahnya. Berkat metode inilah, dengan singkat, Masjidil Haram dipenuhi para penuntut ilmu dari penjuru dunia, dan lahirlah ulama-ulama besar yang menyebarkan ilmunya ke seluruh pelosok dunia.
Selain itu, beliau juga mempunyai perhatian terhadap nasib orang-orang yang berada di daerah pelosok. Khususnya mereka yang kurang peduli terhadap urusan pendidikan. Di sela-sela kesibukannya mengajar di Masjidil Haram, beliau acapkali pergi ke pelosok-pelosok pegunungan sekitar Makkah untuk mengajarkan ilmu Al Qur’an dan ilmu-ilmu dasar yang wajib. Sewaktu merasa tak mampu lagi bepergian jauh, beliau menugaskan beberapa murid untuk mengantikannya.
Wah, mungkin metode ini bisa diterapkan ya Sahabat UNISA buat pendidikan di Indonesia.
Sayyid Ahmad Zaini sangat terkenal sebagai seorang ulama pembela Ahlus Sunnah wal Jamaah. Beliau selalu siap pasang badan untuk melawan serangan-serangan kelompok yang membeci Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Menjelang akhir hayatnya, tepatnya pada akhir bulan Dzulhijah tahun 1303, dia memilih pergi ke kota Madinah. Maksudnya hendak bermukim beberapa lama sambil mengajar di sana. Namun di Madinah dia lebih memfokuskan diri beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tiap pagi dan sore dia secara rutin menziarahi makam datuknya, Rasulullah SAW, sampai dia meninggal dunia, tepatnya pada malam Ahad, 4 Safar 1304 Hijriyah. Jasad yang mulia itu dimakamkan di pekuburan Baqi’, di antara kubah para keluarga dan putri Nabi Muhammad SAW.
Sahabat Radio UNISIA, begitulah sosok Sayyid Ahmad Zaini, orang yang banyak melahirkan ulama, khususnya ulama-ulama nusantara. Beliau pula lah sosok yang telah mengharumkan nama nusantara di tengah dunia Islam, melalui keilmuan yang dimilikinya.