Sahabat Radio Unisia sekalian yang dirahmati Allah. Semoga selalu sehat wal afiyat yaa. Aminn..!
Mungkin kita sering melihat perdebatan atau perbedaan pendapat di kalangan ahli agama dalam berbagai macam hal perkara keagamaan. Misalnya dalam masalah isbal atau memakai pakaian di bawah mata kaki, ada satu golongan yang mengharamkannya dengan tegas, namun ada juga yang tidak, selama tidak diiringi perasaan sombong ketika memakainya. Dan tentu masih banyak contoh perbedaan lainnya.
Sayangnya, ada sebagian orang yang tidak arif dalam menyikapi perbedaan pendapat, khususnya di dalam masalah furu’iyah atau cabang-cabang agama. Masih ada yang merasa pendapatnya telah mencapai kebenaran mutlak, lalu tidak menghargai pendapat berbeda dari orang lain. Bahkan ada juga yang dengan mudahnya menyesatkan mereka yang tidak sependapat tersebut.
Nah Sahabat Radio Unisia, supaya dapat bersikap arif dalam menyikapi perbedaan, salah satunya adalah dengan mempelajari sejarah perbedaan itu sendiri. Mengapa sih di kalangan ulama Muslim kok bisa-bisanya berbeda pendapat?
Perbedaan sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Perbedaan itu merupakan hal yang lumrah adanya. Karena pada dasarnya setiap manusia itu diciptakan oleh Allah dengan berbagai macam kelebihan dan kekurangan antara satu dengan yang lainnya. Ada yang diberikan Allah kepandaian dan kecerdasan yang baik dalam memahami ajaran agama Islam, namun ada juga yang tidak. Dari kalangan sahabat Rasulullah dulu, ada yang diberikan Allah hafalan yang kuat sehingga dapat menghafal wahyu Al-Quran dan hadist Rasulullah, ada juga yang hafalannya kurang.
Pada masa Rasulullah SAW, perbedaan pun juga sudah terjadi. Namun setiap perbedaan pendapat dan permasalahan umat yang muncul dapat langsung diselesaikan melalui beliau. Pada masa Rasulullah ini sumber utama ajaran Islam hanyalah Al-Quran dan Sunnah Nabawiah. Oleh karena itulah tidak ada masalah internal berarti yang dapat mewarnai kehidupan umat Islam ketika itu. Tentu saja ini salah satu kelebihan bagi umat yang hidup di zaman tersebut, sehingga tidak salah lagi apabila generasi Sahabat tersebut diberi julukan generasi terbaik.
Selanjutnya ketika Rasulullah telah tiada, maka beberapa perbedaan di kalangan umat Islam ketika itu telah bermunculan. Mulai dari masalah pemerintahan, sampai akhirnya berujung kepada aliran keagamaan sendiri dalam Islam. Pada masa Sahabat ini, rujukan umat Islam adalah Al-Quran, Sunnah Nabawiah, ijma’, dan ra’yu atau akal. Dua rujukan terakhir ini adalah salah satu bentuk untuk menyikapi berbagai perbedaan pendapat yang ada di kalangan Sahabat, selain adanya permasalahan yang baru muncul yang tidak dibahas dalam Al-Quran dan Sunnah Nabawiah. Namun meskipun demikian nih ya Sahabat Radio Unisia, tentu saja yang menjadi rujukan utama dan landasan dari dua rujukan terakhir tetap Al-Quran dan Sunnah Nabawiah.
Dakwah Islamiyah di masa Sahabat ini telah menunjukkan perkembangan yang signifikan. Perluasan wilayah Islamiyah ini adalah salah satu faktor adanya beberapa perbedaan di kalangan Sahabat. Perbedaan adat dan kultur masyarakat dari tempat yang berbeda-beda itulah sebab utamanya. Kultur Arab yang sangat kental pada masyarakat Madinah, berbeda dengan kultur masyarakat Iraq yang ketika itu masih terpengaruh dengan budaya Persia, dan berbeda juga dengan kulturnya masyarakat Mesir dan Syam yang masih menyimpan nilai-nilai budaya Romawi.
Namun perbedaan yang terjadi di antara Sahabat akibat dari faktor tersebut masih dalam ruang lingkup untuk kemaslahatan umat Islam. Dan perbedaan yang terjadi ketika itu pun sangat sedikit sekali. Salah satu sebabnya karena para Sahabat masih banyak yang berada di Madinah, khususnya di zaman Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Umar ibn Khathab, sehingga setiap permasalahan dapat diselesaikan dengan musyawarah.
Pada masa Tabi’in, wilayah Islam semakin luas lagi. Tentu saja semakin beragam pula kultur umat Islam yang melatarbelakanginya. Maka wajar ketika masa ini berkembang madrasah yang saling berbeda metode pengambilan hukumnya, khususnya dalam penggunaan ra’yu, yaitu Madrasah Ahlul Hadist di Madinah dan Madrasah Ahlul Ra’yi di Iraq.
Salah satu faktor penyebab berkembangnya Madrasah Ahlul Hadist adalah pengaruh yang diterima Tabi’in dari para Sahabat seperti Zaid ibn Tsabit dan Abdullah ibn Umar. Sedangkan Madrasah Ahlul Ra’yi mendapat pengaruh dari Abdullah ibn Mas’ud yang telah lama bermukim di Kufah sejak zaman Khalifah Umar ibn Khathab ra.
Beranjak ke masa Tabi’at tabi’in, kajian ilmu fikih dan berbagai cabang ilmu lainnya mencapai puncak kegemilangannya. Di mana pada masa inilah banyak ulama Mujtahid bermunculan. Sebagai contoh, munculnya berbagai macam mazhab fikih. Tentu saja perbedaan dalam ijtihad lebih beraneka ragam lagi.
Perbedaan pendapat yang muncul di kalangan ulama terdahulu, sebenarnya hanya berkisar pada masalah furu’iyah atau cabang-cabang fikih saja. Itu pun disebabkan metode yang mereka gunakan untuk mengambil hukum fikih tersebut berbeda-beda. Misalnya dalam menentukan suatu hukum yang belum ada dibahas dalam Al-Quran dan Hadist, Imam Malik mengedepankan perbuatan penduduk Madinah, karena menurut beliau segala sesuatu yang berkenaan dengan cara beribadah penduduk Madinah tidak mungkin kalau bukan hasil dari melihat perbuatan Rasulullah yang diturun-temurunkan generasi ke generasi. Berbeda dengan Imam Syafi’i yang lebih mengedepankan Ijma’ (kesepakatan para ulama) setelah Al-Quran dan Hadist.
Nah Sahabat Radio Unisia, begitulah sekilas gambaran perjalanan perbedaan-perbedaan pendapat dalam Islam. Intinya agama Islam itu satu, dan tidak ada berbagai macam jenis Islam yang lainnya. Sedangkan perbedaan pendapat dan golongan itu adalah bentuk dari pengembangan pemikiran Islam. Namun perlu digarisbawahi bahwa perbedaan-perbedaan tersebut hanya dalam ranah furu’iyah atau cabang-cabang agama saja.
Nah, jika kita dapat memahami asal usul kenapa timbulnya perbedaan pendapat ini, niscaya kita akan dapat arif dalam menyikapi perbedaan. Selama itu merupakan masalah furu’iyah atau cabang-cabang agama, kita tidak perlu merasa paling benar sendiri.
Mantan Mufti Mesir, Syaikh Muhammad Ali Jum’ah pernah mengatakan bahwa, jika di dalam suatu permasalahan masih terdapat perbedaan pendapat ulama, maka kita tidak boleh bersikap fanatik.
Nah Sahabat Radio Unisia, dengan memahami sebab perbedaan ini, semoga kita bisa arif dalam menyikapi perbedaan pendapat yaa..! Amin.