Peradaban manusia semakin maju, canggih, dan mutakhir. Fondasi kemajuan peradaban itu salah satunya ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak sekali karya orang pandai dan hebat yang dihasilkan. Hanya saja, yang menyedihkan, banyak pula kerusakannya.
Tidak sedikit yang berpendidikan tinggi tetapi rendah akhlaknya. Bergelar profesor doktor atau bahkan ustaz tetapi korupsi dan melakukan tindakan tercela lainnya. Tidakkah ilmu mereka menjadi penuntun dalam kehidupan keseharian? Ketahuilah, bukan orang yang serbatahu dan pintar yang layak disebut orang berilmu. Tidak juga mereka yang ber-IQ tinggi, apalagi jika sifat angkuh dan sok pintar menyertai. Orang berilmu itu selalu merasa takut kepada Allah, menaati-Nya dan meninggalkan perbuatan maksiat.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah az-Zumar ayat 39: “Apakah orang-orang yang beribadah di waktu malam dengan bersujud dan berdiri? Dia merasa takut kepada hari akhirat dan mengharapkan rahmat Rabbnya. Katakanlah, “Apakah sama kedudukannya antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”
Firman Allah SWT dalam Alquran surah Faathir ayat 28: “… Sesungguhnya orang yang takut kepada Allah dari kalangan hamba-hamba-Nya itu hanyalah para ulama.” Ilmu pengetahuan yang dimiliki hendaknya membimbing manusia menyadari kelemahan, ketidaktahuan diri sendiri, dan kemahakuasaan Allah Yang Maha Rahman dan Rahim. Tidak ada ruang untuk takabur, merasa paling hebat dan pandai. Karena ilmu yang dimiliki hanya setetes saja dari luasnya lautan pengetahuan Allah Yang Maha Mengetahui.
Ibnu Mas’ud berkata, “Sudah mencukupi jika rasa takut kepada Allah dikatakan sebagai ilmu dan sudah mencukupi jika kesombongan itu dikatakan sebagai kebodohan.”
Ilmu pengetahuan dalam Islam tidak hanya mencakup hal yang fisik, tetapi juga metafisik. Pengetahuan tentang alam semesta, sosial, dan budaya harus dibarengi dengan pengetahuan tentang alam gaib, perintah, dan larangan sebagaimana Allah SWT maktubkan dalam Alquran.
Ilmu pengetahuan dalam Islam mencakup ayat-ayat yang bersifat kauniyah (alam semesta beserta isinya) juga qauliyah (teks). Di sinilah mengapa ilmu pengetahuan harus sarat nilai, tidak bebas nilai. Keberadaan ilmu pengetahuan sepenuhnya untuk mengukuhkan keimanan dan menebar kemanfaatan di bumi ini, memerankan tugas sebagai hamba (‘abd) dan khalifah. Dengan demikian, tidak cukup kita mengetahui segala sesuatu, tetapi juga taat kepada pencipta segala sesuatu itu. Ilmu, iman, dan amal adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Ilmu adalah cahaya, pembimbing dari kesesatan menuju kebenaran. Membimbing jiwa manusia untuk tetap istiqamah berada di jalan-Nya. Untuk tetap menjadi hamba yang taat menjalankan semua perintah dan larangan. Mengapa ilmu dibutuhkan? Karena jiwa manusia itu karakternya berubah-ubah, dinamis. Rasulullah SAW bersabda: “Sebenar-benarnya nama adalah Harits (pembajak tanah) dan Hamam (orang yang rajin).”
Setiap manusia adalah harits dan hamam. Yang dimaksud harits adalah orang yang bekerja dan mencari nafkah, sedangkan yang dimaksud hamam adalah orang yang mempunyai tujuan dan mempunyai keinginan. Manusia melakukan upaya untuk meraih apa yang diinginkannya itu.
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW juga bersabda: “Perumpamaan hati itu seperti bulu yang diterbangkan di padang pasir yang luas. Hati itu sangat mudah berubah-ubah keadaannya. Jika hari itu mengandung keinginan maka dia akan bergejolak.”
Demikianlah, keinginan akan membawa pada upaya manusia untuk meraih ambisinya. Hanya ilmu dan ketaatan kepada Allah SWT yang akan memagari agar keinginan itu tidak menyesatkan. Semoga Allah SWT memberi kita ilmu yang bermanfaat sehingga pahalanya terus mengalir abadi. Wallahu a’lam.
Sumber: republika.co.id