Diriwayatkan dari Al Hasan bahwa suatu ketika datang kepadanya seseorang yang mengadu akan kefakiran yang dialaminya. Kondisi ekonominya begitu terpuruk. Kebutuhan keluarga yang ia tanggung tak dapat ia cukupi.
Ada lagi seorang yang lain mengadu kepadanya untuk meminta solusi terhadap masalah yang ia alami. Ya, seorang itu bisa dikatakan mandul. Telah lama ia menginginkan seorang buah hati, namun tak juga dikaruniai. Tapi ia tak mau putus asa. Maka datanglah ia ke Al Hasan sebagai bentuk ikhtiarnya.
Al Hasan juga didatangi oleh seorang petani. Ia begitu gamang terhadap bumi yang ia tanami. Bagaimana tidak, setelah sekian tahun mengolah tanah, tak sekali pun ia menuai hasil yang melimpah. Malah yang terjadi adalah kerusakan tanaman akibat kekeringan dan tanah yang tandus.
Semua itu dijawab oleh Al Hasan hanya dengan satu kalimat,
اِسْتَغْفِرِ اللهَ
“Bacalah istighfar, mintalah ampunan kepada Allah.”
Betapa mengherankan Al Hasan ini. Di antara sekian banyak masalah yang dia adukan kepadanya hanya satu solusi yang ia berikan kepada orang-orang tersebut.
Maka Rabi’ bin Shahib pun memberanikan diri untuk bertanya, “Wahai Al Hasan, banyak orang yang mendatangimu dengan mengadukan berbagai hal dan meminta (pertolongan) bermacam-macam kepadamu. Tapi mengapa hanya istighfar yang kau jadikan sebagai solusi jalan keluar?”
Al Hasan pun terdiam, kemudian ia hanya membacakan beberapa ayat dari Surat Nuh sebagai berikut:
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَّبَنِيْنَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَّيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12) مَا لَكُمْ لَا تَرْجُوْنَ اللهَ وَقَارًا (13)
“Maka aku (Nuh) katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah maha pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan kepadamu hujan yang lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?” []
(Ulin Nuha Karim)
Rujukan: Kitab Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalain karya Imam Ahmad Ibn Muhammad Al-Showy Al-Maliki, halaman 326, vol. 4. Kisah ini juga pernah disampaikan oleh Pengasuh Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo, KH Muhammad Shofi Al Mubarok pada pengajian Kitab Tafsir Jalalain.
Sumber: nu.or.id