Malaikat sebagai makhluk ciptaan Allah, Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa menjalankan tugas dengan baik, sebagaiaman dalam ayat:
لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“…tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS at-Tahrim: 6)
Mereka ini senior bagi manusia yang bertugas dengan tingkat kegalan yang nyaris tidak ada, kecuali kisah Harut–Marut. Di antara 10 malaikat yang wajib diketahui oleh umat Islam adalah Malaikat Izrail. Dia adalah malaikat dengan tugas mengambil paksa nyawa; tidak diundur-undur dan tidak dimaju-majukan. Semuaanya sesuai dengan masa dan tempat tertentu, dan hanya kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa kita semua kembali.
Tentang Malaikat Izrail dalam kitab Hikaya Shufiyah diceritakan, suatu kali Malaikat Izrail ‘alaihissalam ditanya:
هل ضحكت قط؟
“Apakau engkau juga pernah tertawa?”
قال : نعم، ضحكت مرة، وبكيت مرة
“Ya, aku pernah tertawa sekali, dan menangis sekali. Pertama, aku tertawa kepada laki-laki yang telah melakukan tawar-menawar harga sepatu yang tidak akan rusak sampai masa lima tahun, sementara aku mengambl nyawanya saat dia sedang melakukan transaksi. Hehehe,” tawa Malaikat.
Kedua, aku bersedih ketika saat itu ada perempuan yang memiliki dua anak yatim yang masih imut-imutnya. Perempuan itu menyeberangkan sungai anaknya satu-satu. Anak pertama sudah perempuan itu turunkan di tepi sungai, sementara saat hendak mengambil yang anak keduannya, kuasa Allah, tiba-tiba air menyeret menenggelamkan ibu dua anak yatim tersebut dan meninggal. Kejadian tersebut membuatku terharu, karena ada dua anak kecil yatim dan terpisahkan oleh keadaan, sementara ibunya telah meninggalkan mereka.
Hingga akhirnya, Allah SWT menampakkan kepada suatu masa depan bagi mereka berdua, bahwa anak pertama akan menjadi Raja Penjuru Timur, dan satunya akan jadi Raja penjuru Barat. Dan Allah, Maha Suci, Dialah Dzat pengelola segala sesuatu, tiada Tuhan selain-Nya.”
Hikayat ini menyiratkan pesan, antara lain, tentang terbatasnya waktu manusia dalam menikmati harta dunia. Manusia mungkin punya keinginan dan angan-angan panjang tentang masa depan kenikmatan. Tapi mesti dicatat bahwa Allah punya takdir sendiri terkait batas umur manusia di alam fana ini.
Kematian bisa terjadi kapan saja, baik pada momen suka maupun duka. Pada saat-saat “wajar” ataupun tak terduga dan tidak diharapkan sama sekali. Takdir ini pun tak bisa segera dihakimi mutlak sebagai keburukan. Karena di belakangnya ada takdir lain yang tidak diketahui hamba-Nya.
Ali Makhrus, Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
Diolah dari Muhammad Abu al Yusr Abidin, Hikaya Shufiyah, cet 7 (Damaskus : Dar Al Basyair, 2001 M /1421 H), hal 262.
Sumber: nu.or.id