Nabi Sulaiman dikenal sebagai raja besar pada masanya. Putra Nabi Dawud itu mendapatkan anugrah dari Allah dengan pengetahuan yang berlimpah, di antaranya bisa memahami dan bercakap dengan binatang, termasuk dengan burung.
Al-Qur’an mengisahkan tentang seekor burung hud-hud yang memberikan laporan kepada Raja Sulaiman tentang seorang penguasa yang menyekutukan Allah SWT, Ratu Bilqis (keterangan lengkap dalam surat An-Naml).
Kisah di atas sebagai pembuka cerita burung lain pada masa Nabi Sulaiman. Dikisahkan dalam Hikaya Shufiyah karangan Muhammad Abu al Yusr Abidin, ada seekor burung yang memiliki kicauan merdu dan tampilan indah telah dibeli oleh seorang lelaki dengan harga seribu dinar. Setelah dibeli, burung itu pun ditempatkan dalam sebuah sangkar.
Suatu ketika, datanglah seekor burung lain yang bersuara kencang dan heboh, sementara si burung dalam sangkar hanya terdiam dan membisu.
Melihat kejadian itu, lelaki pemilik burung dalam sangkar itu jengkel. Ia kemudian melaporkannya kepada Nabi Sulaiman.
“Ok, baiklah, segera bawa ia kesini?” pinta Nabi Sulaiman.
Burung tersebut kemudian dihadapkan kepada Raja Sulaiman.
“Bagi pemilikmu ada hak yang harus engkau penuhi. Dia membelimu dengan harga fantastis. Akan tetapi, kenapa engkau diam membisu saja tanpa berkicau?” tanya Raja Sulaiman meminta penjelasan si burung.
“Wahai Nabi Allah, sesungguhnya aku hanya berteriak karena sedih dan rindu dengan kawan-kawanku dan meminta untuk membebaskan dari sangkar dan penjara. Lantas datanglah burung sejenis denganku dan memerintahkanku agar bersabar. Dan dia memahamkan kepadaku satu hal, bahwa meminta paksa keluar (اللجاج) hanya akan menambah deritaku. Sementara lelaki itu mengurungku demi suaraku, maka aku pun diam membisu,” terang si burung.
Akhirnya, dengan kebijaksanaannya, Nabi Sulaiman melepaskan si burung dan mengganti harga beli pemiliknya dengan sepadan.
Kisah di atas memberikan pelajaran akan betapa pentingnya menjaga harmonisasi makhluk hidup. Keberadaan mereka tidak lain kecuali ayat-ayat Tuhan. Mereka memiliki hak hidup dan berkawan dengan sejenisnya. Tidak diperkenankan, karena materi dan kesenangan pribadi melupakan harmonisasi alam. Disadari atau tidak, keserakahan manusia telah menimbulkan banyak kepunahan bagi hewan – hewan dan makhluk hidup. Firman Allah,
تسبح له ما في السماوات السبع والأرض ومن فيهن وإن من شيء الا يسبح بحمده ولكن لاتفقهون تسبيحهم إنه كان حليما غفورا (الإسراء : 44)
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memujiNya, tetapi engkau tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun (QS AL Isra’ : 44). (Ali Makhrus)
Tulisan di atas ditukil dari Muhammad Abu al Yusr Abidin, Hikaya Shufiyah, cet 7 (Damaskus: Dar Al Basyair, 2001 M /1421 H), hal 45.
Penulis adalah mahasiswa SPs Universitar Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sumber: nu.or.id