Konon, seorang penjual gorengan sedang memangkal di bawah pohon rindang. Pria separuh baya itu tampak sibuk dengan adonan yang akan dimasak ke dalam kuali yang mendidih.
Gorengan yang sudah matang pun tersusun rapi di atasnya. Seketika, muncul orang berbadan tegap, kumis tebal, dan pedang di pinggang. Dari sikapnya, ia seorang jawara yang ditakuti. Dengan angkuh, ia santap gorengan itu dan berlalu begitu saja.
Penjual gorengan menegurnya agar dibayar dahulu. Namun, lelaki itu mengeluarkan pedang lalu menyayat lengannya tanpa tergores sedikit pun. Si Penjual tampak tenang, kemudian mencelupkan tangan ke dalam kuali sambil membolak-balik gorengan.
Bahkan, mengusapkan minyak panas ke mukanya. Nyali lelaki itu pun ciut dan memasukkan kembali pedang ke sarungnya, lalu membayarnya.
Kisah inspiratif ini saya nukil dari video buatan mahasiswa Banten. Mereka mengajarkan agar kita tetap rendah hati (tawadhu) kepada siapa saja. Nasihat orang tua dahulu, “Jangan angkuh di hadapan orang rendah hati, nanti kau dipermalukan. Jangan pula rendah hati di hadapan orang angkuh, nanti kau dihinakan.”
Ada lima hal yang membuat seseorang tinggi hati (takabur), yakni:
Pertama, keturunan yang terhormat. Sudah ketentuan Allah SWT, setiap orang dilahirkan berbeda. Tak seorang pun yang bisa meminta dilahirkan dari nasab atau suku apa. Karena itu, kemuliaan itu bukan karena keturunan, melainkan ketakwaan (QS 49:13). Iblis sombong karena berasal dari api sementara Adam AS tercipta dari tanah (QS 7:12).
Kedua, kedudukan yang tinggi. Firaun penguasa Mesir mengaku sebagai tuhan (QS 79:24). Siapa saja yang merintangi akan celaka, termasuk Nabi Musa AS (QS26:49). Begitu pula Namrudz yang mengaku bisa menghidupkan dan mematikan di hadapan Nabi Ibrahim AS, tapi tak bisa menandingi kekuasaan Allah SWT. (QS 2:258).
Ketiga, kekayaan yang berlimpah. Karun, orang paling kaya sejagat. Kekayaannya nyaris tak terhitung hingga kunci gudangnya pun susah dipikul orang. Dia menganggap kekayaannya karena ilmu dan usahanya sendiri, bukan bantuan orang lain (QS 28:76-82). Karena itu, ia sombong dan tak mau bersedekah kepada kaum dhuafa.
Keempat, keilmuan yang luas. Nabi Musa AS begitu dikagumi karena keluasan ilmunya. Segala persoalan bisa dijawab, hingga merasa tak seorang pun yang bisa menandingi. Ia pun ditegur Allah SWT dan disuruh belajar kepada Nabi Khidir AS (QS 18: 60- 82). “Di atas langit masih ada langit,” begitulah kata pepatah.
Kelima, kesalehan yang banyak. Kesalehan dalam ibadah ritual dan sosial bisa membuat rasa kagum pada dirinya (ujub) dan meremehkan orang. Merasa paling suci dan benar (QS 53:32). Seperti kisah dua orang Bani Israil yang menyangka akan masuk surga karena taat dan saudaranya masuk neraka karena maksiat (HR Abu Daud).
Orang yang rendah hati akan ditinggikan dan yang tinggi hati dijatuhkan (HR At-Turmudzi). Iblis dilaknat hingga hari kiamat (QS 4:16), Firaun ditenggelamkan (QS 90-920), dan Karun dilenyapkan (QS 28:81). Jika orang berjasa dilupakan dan sahabat ditinggalkan, itulah bukti keangkuhan.
Tetaplah rendah hati, agar Allah SWT merahmati kita dengan kelembutan (QS 3:159). Allahu a’lam bish-shawab.
Sumber: republika.co.id