Diriwayatkan oleh al-Muhib al-Thabarī dalam kitab Dzakhāir-nya, dari Abū Said, dia berkata:
Pernah suatu ketika Ali r.a. berkata, “Wahai Fatimah! Apakah ada makanan?” Fatimah menjawab, “Tidak ada. Demi Allah yang telah memuliakan ayahku dengan kenabian, tidak ada sedikitpun makanan yang bisa aku berikan kepadamu. Bahkan kami tidak pernah makan lagi setelah kamu makan sebelumnya. Kami tidak mempunyai apa-apa sejak kamu makan dua hari yang lalu. Aku lebih mengutamakanmu daripada diriku sendiri dan kedua putraku ini.” Ali berkata, “Wahai Fatimah! Mengapa kamu tidak memberitahuku, sehingga aku dapat mencarikan makanan untuk kalian?” Ia menjawab, “Aku malu kepada Allah jika membebanimu sesuatu yang tidak mampu kamu kerjakan.”
Lantas Ali bergegas untuk keluar rumah dengan penuh kepercayaan kepada Allah dan berbaik sangka kepada-Nya.
Kemudian Ali pergi untuk meminjam dinar. Ketika ia berhasil mendapatkan pinjaman dinar, ia menjual barangnya yang masih layak pakai. Di hari yang sangat panas itu, tiba-tiba ia melihat Miqdad. Panasnya terik matahari membuatnya lusuh dan panas bumi membuatnya kesakitan. Ali pun kasihan kepadanya dan berkata, “Wahai Miqdad! Apa yang membuatmu berjalan dengan penuh kesedihan seperti ini?” Miqdad menjawab, “Wahai Abu Hasan! biarkan aku lewat dan jangan bertanya mengapa!” Ali berkata, “Wahai keponakanku! kamu tidak boleh menyembunyikan keadaanmu dariku.” Miqdad menjawab, “Jika anda tidak mau membiarkanku pergi, baiklah. Demi Zat yang telah memuliakan Muhammad dengan kenabian! Tidak ada yang membuatku sedih melainkan rasa lelah. Aku telah meninggalkan keluargaku menangis kelaparan. Tatkala aku mendengar tangisan mereka itu aku ingin keluar mengarungi bumi dengan tekad besar (untuk mencari rezeki). Inilah keadaanku.” Kedua matanya pun meneteskan air mata mendengar cerita Miqdad tersebut hingga jenggotnya basah. Kemudian ia berkata, “Aku bersumpah kepada Allah, sungguh aku tidak mengalami kesedihan seperti yang telah kamu alami. Aku telah meminjam dinar. Ini ambillah!. Aku lebih mengutamakanmu daripada diriku sendiri.” Lantas ia memberikan dinarnya kepada Miqdad.
Setelah itu Ali pulang, dan masuk masjid. Di sana ia menunaikan shalat Zuhur, Asar, dan Magrib. Setelah Nabi saw. selesai menunaikan shalat Magrib, beliau melewatinya yang berada di saf pertama. Beliau mengajaknya keluar dengan memberi isyarat. Lantas ia pun berjalan keluar di belakang beliau hingga sampai di pintu masjid. Kemudian beliau bersabda, “Wahai Abu Hasan! Apakah kamu mempunyai sesuatu untuk kita buat makan malam bersama?” Ia terkejut dengan pertanyaan tersebut dan bingung untuk menjawabnya karena malu kepada beliau. Ia sadar akan kondisi yang membuatnya keluar rumah. Nabi saw. bersabda, “Katakan tidak punya sehingga aku bisa pergi meninggalkanmu, atau katakan punya sehingga aku datang ke rumahmu.” Lantas ia menjawab dengan penuh kecintaan dan penghormatan kepada beliau, “Mari kita pergi ke rumah.”
Allah swt. telah memberikan wahyu kepada Rasulullah saw. agar makan malam dengan keluarga Ali r.a.. Lantas beliau memegang tangan Ali. Mereka berdua pergi hingga masuk ke rumah. Saat itu Fatimah sedang berada di tempat shalatnya dan di belakangnya ada mangkuk besar berisi makanan yang masih panas. Tatkala Fatimah mendengar suara Nabi saw., ia keluar dari tempat shalatnya. Ia mengucapkan salam kepada beliau –ia adalah orang yang paling mulia dalam pandangan beliau—. Lantas beliau pun menjawab salamnya, mengusap kepalanya, dan bertanya, “Bagaimana keadaanmu malam ini? Berilah kami makan malam, semoga Allah mengampunimu, dan sungguh Dia telah melakukannya.”
Kemudian Fatimah mengambil mangkuk tersebut dan meletakkannya di depan Nabi saw.. Tatkala Ali melihat hal itu dan mencium aroma rasanya yang enak, ia memandang kuat ke arah Fatimah. Fatimah berkata, “Betapa kuat sekali pandanganmu. Subhanallah! Apakah aku telah melakukan dosa kepadamu hingga aku patut dimarahi?” Ali berkata, “Adakah dosa yang lebih besar dari dosa yang kamu lakukan pada hari ini? Pada hari ini kamu telah bersumpah kepada Allah bahwa kamu tidak makan selama dua hari?!” Lantas Fatimah memandang ke langit dan berkata, “Tuhanku mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Sungguh aku telah mengatakan yang sebenarnya.” Ali bertanya, “Lantas dari mana kamu mendapatkan makanan ini? Makanan yang tidak pernah aku lihat sebelumnya, tidak pernah aku cium aroma rasanya, dan tidak pernah aku dapati makanan lebih baik darinya?”
Kemudian Nabi saw. meletakkan telapak tangan beliau yang penuh berkah di antara dua bahu Ali, dan menggerakkannya, seraya bersabda, “Wahai Ali! Ini adalah pahala dari dinar, ini adalah balasan dinar (yang kamu sedekahkan), ini dari Allah swt.. Sesungguhnya Allah memberi rejeki orang yang Dia kehendaki tanpa perhitungan”. Kemudian Ali mengambil ibrah (pelajaran) dari sabda Nabi saw. sambil menangis. Nabi saw. bersabda, “Segala puji bagi Allah yang tidak mengeluarkan kalian berdua dari dunia hingga menakdirkan kalian sebagaimana yang dialami oleh Zakariya. Dan kamu wahai Fatimah! Menakdirkan kamu sebagaimana yang dialami oleh Maryam. “Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?” Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah”. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.” (Ali ‘Imran: 37). Diriwayatkan oleh al Hafidz ad Dimasyqi dalam “al Arba’in ath Thiwaal.”
Rujukan: Dzakhāir al-Uqbā, hal. 45-46.
Sumber: ruwaqazhar.com